Rosulloh SAW pertama kali beliau dibawah oleh malaikat Jibril dan dibedah dadanya diambil dan disucikan hatinya dari segala kotoran, dalam perjalanan Mundinglaya Dikusumah tahap ini dimana Mundinglaya harus mengalahkan Jongrang Kalapitung yang berarti harus mengalahkan Sifat Raksasa yang ada dalam hatinya, membersihkan hatinya dari segala kotoran dari hatinya. Setelah suci maka beliau melanjutkan perjalanan menaklukan Guriang 7 untuk mendapatkan Layang Sasaka Domas. Rosululloh SAW pergi ke langit ke-7 dengan melewati tahapan2 yang harus dilalui dengan ditemani Jibril sepanjang perjalanan dan Jibril yang menjelaskan makna2nya. Setelah mencapai Langit ke-7 barulah beliau bertemu dengan Tuhan Semesta Alam menjadi manusia paripurna / Manusia Unggul yang memperoleh Layang Sasaka Domas menjadi Juru Selamat, Satria Pinandita bagi dunia.
Hikmah Isra Miraj yang harus ditauladani oleh kita pertama kali mampukah kita mengalahkan Raksasa Jongrang Kalapitung yang ada dalam hati kita? Seperti halnya Jibril membelah dada Rosululloh SAW untuk menghilangkan kotoran hati, mampukah kita menghilangkan kotoran hati kita? Lalu kemudian secara bertahap kita menaklukan 7 Guriang atau 7 langit untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT/ Tuhan Semesta Alam menjadi Manusia Unggul / Khalifah Fil Ardi/ Satria Pinandita / Sang Juru Selamat. Semoga Jibril, Mikail, dan Israfil membimbing kita mendapatkan Layang Sasaka Domas mencapai kesucian dekat dengan Alloh SWT.
Sejarah Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
Pada suatu malam Nabi Muhammad SAW berada di Hijir Ismail dekat Ka‟bah al Musyarrofah, saat itu beliau berbaring diantara paman beliau, Sayyiduna Hamzah dan sepupu beliau, Sayyiduna Jakfar bin Abi Thalib, tiba-tiba Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil menghampiri beliau lalu membawa beliau ke arah sumur zamzam, setibanya di sana kemudian mereka merebahkan tubuh Rasulullah untuk dibelah dada beliau oleh Jibril AS.
Dalam riwayat lain disebutkan suatu malam terbuka atap rumah Beliau saw, kemudian turun Jibril AS, lalu Jibril membelah dada beliau yang mulya sampai di bawah perut beliau, lalu Jibril berkata kepada Mikail: “Datangkan kepadaku nampan dengan air zam-zam agar aku bersihkan hatinya dan aku lapangkan dadanya”. Dan perlu diketahui bahwa penyucian ini bukan berarti hati Nabi kotor, tidak, justru Nabi sudah diciptakan oleh Allah dengan hati yang paling suci dan mulya, hal ini tidak lain untuk menambah kebersihan diatas kebersihan, kesucian diatas kesucian, dan untuk lebih memantapkan dan menguatkan hati beliau, karena akan melakukan suatu perjalanan maha dahsyat dan penuh hikmah serta sebagai kesiapan untuk berjumpa dengan Allah SWT. Kemudian Jibril AS mengeluarkan hati beliau yang mulya lalu menyucinya tiga kali, kemudian didatangkan satu nampan emas dipenuhi hikmah dan keimanan, kemudian dituangkan ke dalam hati beliau, maka penuhlah hati itu dengan kesabaran, keyakinan, ilmu dan kepasrahan penuh kepada Allah, lalu ditutup kembali oleh Jibril AS.
Setelah itu disiapkan untuk Baginda Rasulullah binatang Buroq lengkap dengan pelana dan kendalinya, binatang ini berwarna putih, lebih besar dari himar lebih rendah dari baghal, dia letakkan telapak kakinya sejauh pandangan matanya, panjang kedua telinganya, jika turun dia mengangkat kedua kaki depannya, diciptakan dengan dua sayap pada sisi pahanya untuk membantu kecepatannya. Saat hendak menaikinya, Nabi Muhammad merasa kesulitan, maka meletakkan tangannya pada wajah buroq sembari berkata: “Wahai buroq, tidakkah kamu merasa malu, demi Allah tidak ada Makhluk Allah yang menaikimu yang lebih mulya daripada dia (Rasulullah)”, mendengar ini buroq merasa malu sehingga sekujur tubuhnya berkeringat, setelah tenang, naiklah Rasulullah keatas punggungnya, dan sebelum beliau banyak Anbiya‟ yang menaiki buroq ini.
Dalam perjalanan, Jibril menemani disebelah kanan beliau, sedangkan Mikail di sebelah kiri, menurut riwayat Ibnu Sa‟ad, Jibril memegang sanggurdi pelana buroq, sedang Mikail memegang tali kendali. (Mereka terus melaju, mengarungi alam Allah SWT yang penuh keajaiban dan hikmah dengan Inayah dan RahmatNya), di tengah perjalanan mereka berhenti di suatu tempat yang dipenuhi pohon kurma, lantas malaikat Jibril berkata: “Turunlah disini dan sholatlah”, setelah Beliau sholat, Jibril berkata: “Tahukah anda di mana Anda sholat?”, “Tidak”, jawab beliau, Jibril berkata: “Anda telah sholat di Thoybah (Nama lain dari Madinah) dan kesana anda akan berhijrah”.
Kemudian buroq berangkat kembali melanjutkan perjalanan, secepat kilat dia melangkahkan kakinya sejauh pandangan matanya, tiba-tiba Jibril berseru: “berhentilah dan turunlah anda serta sholatlah di tempat ini!”, setelah sholat dan kembali ke atas buroq, Jibril memberitahukan bahwa beliau sholat di Madyan, di sisi pohon dimana dahulu Musa bernaung dibawahnya dan beristirahat saat dikejar-kejar tentara Firaun. Dalam perjalanan selanjutnya Nabi Muhammad turun di Thur Sina‟, sebuah lembah di Syam, tempat dimana Nabi Musa berbicara dengan Allah SWT, beliau pun sholat di tempat itu. Kemudian beliau sampai di suatu daerah yang tampak kepada beliau istana-istana Syam, beliau turun dan sholat disana. Kemudian Jibril memberitahukan kepada beliau dengan berkata: “Anda telah sholat di Bait Lahm (Betlehem, Baitul Maqdis), tempat dilahirkan Nabi Isa bin Maryam”. Di Baitul-Lahmi inipun Beliau turun dan melakukan solat, kemudian perjalan diteruskan dan tidak lama sampailah ke Baitul Maqdis. Di Baitul Maqdis ternyata telah berkumpul para Nabi terdahulu, menantikan kedatangan Beliau. Di Baitul Maqdis bersolat berjama’ah dengan para Nabi terdahulu sebagai Imam solat.
Seterusnya dalam perjalanan, Beliau menyaksikan dengan sekelompok manusia yang bercocok tanam dan seketika dapat di tuai (dipetik) hasilnya. Nabi pun merasa hairan lalu bertanya kepada Jibril?….Jibril menjawab: Mereka adalah ibarat umat tuan yang suka menginfaqkan harta bendanya untuk menegakkan kalimah Allah, mensyi’arkan keagungan Allah dan beramal solih.
Kemudian dalam perjalanan seterusnya Beliau mencium bau yang sangat menyusuk hidung, Beliau bertanya Jibril?…. Jibril menjawab: Ini adalah bau Masyithah (Tukang gunting di istana Fir’aun) sekeluarga yang merelakan diri mereka di ceburkan ke dalam belanga yang berisi timah mendidih oleh Fir’aun lantaran keteguhan Iman mereka kepada Allah dan tidak mengakui Fir’aun sebagai Tuhan.
Selanjutnya dalam perjalanan itu Beliau melihat segulongan manusia yang memukul-mukul kepalanya sendiri sehingga hancur luluh, akan tetapi sekejap kemudian kepalanya utuh kembali, lalu dihancurkan semula, demikianlah seterusnya. Nabi s.a.w lalu bertanya kepada Jibril?.. Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan segulongan umat tuan yang suka melengah-lengah (mengulur-ulur) waktu solat, sampai akhirnya habis waktu yang di tentukan.
Selanjutnya dalam perjalanan Beliau melihat orang-orang yang memakan kayu berduri serta batu panas yang membara dari neraka Jahannam. Lalu Beliaupun bertanya Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan orang-orang yang tidak mau mengeluarkan zakatnya. Jelas mereka termasuk orang yang menganiaya diri sendiri.
Selanjutnya dalam perjalanan Nabi s.a.w melihat segolongan manusia yang masing-masingnya menghadapi dua buah mangkok, mangkok yang satu berisi daging yang sudah dimasak dan yang satunya lagi berisi daging mentah. Akan tetapi anehnya mereka lebih suka memakan daging yang mentah. Bertanya Nabi s.a.w kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah gambaran diantara umat yang senang berbuat zina. Mereka sebenarnya telah mempunyai isteri yang sah, akan tetapi mereka senang melepaskan nafsu syahwatnya dengan perempuan lain yani berzina. Demikianlah pula yang perempuan melacurkan dirinya.
Selanjutnya dalam perjalanan Nabi s.a.w menyaksikan pula ada kayu yang berduri melintang di tengah jalan. Sesiapa yang melaluinya pasti akan ditarik dan dikaitnya sehingga pakaian akan koyak. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?…Dijawab oleh Jibril: Itulah suatu perumpamaan dari golongan umat yang suka membuat kekacauan dan suka duduk-duduk ditepi jalan, sehingga menggangu orang-orang yang melewati jalan itu.
Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan orang-orang yang berenang dalam sungai darah, lalu mereka di lempari dengan batu, akan tetapi kemudian batu-batu itu mereka makan. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?..Dijawab oleh Jibril: Mereka perumpamaan segolongan manusia yang suka memakan riba dan duit haram.
Tidak lama kemudian Nabi s.a.w menyaksikan seorang lelaki yang memikul beban (kayu), tetapi tidak kuat berjalan, anehnya beban itu semakin bertambah dan begitulah seterusnya sehingga orang itu kepayahan dan terseksa. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril?..Jawab Jibril: Dialah gambaran orang yang suka menerima amanat orang lain tetapi tidak mau menunaikan (menyampaikannya) kepada yang berhak.
Selanjutnya dalam perjalanan itu Nabi menyaksikan orang-orang yang memotong lidah dan bibirnya dengan gunting besi, seketika itu utuh kembali, namun segera pula di gunting lagi, begitulah seterusnya, sehingga mereka merasa penderitaan yang amat berat. Nabi s.a.w. bertanya kepada Jibril?..Jibril menjawab: Mereka adalah perumpamaan dari golongan manusia yang suka memberi nasihat kepada orang lain untuk membuat baik, tetapi ia sendiri tidak pernah melakukan kebaikan seperti yang di nasihatkan kepada orang lain.
Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan manusia yang tengah mencakar-cakar wajahnya dan dadanya dengan kukunya sendiri yang telah berubah menjadi kuku tembaga. Nabi s.a.w bertanya kepada Jibril? Jawab Jibril: Mereka adalah perumpamaan orang-orang yang suka menceritakan keaibpan (keburukan), rahsia, kecacatan dan kejelekan orang lain, dengan membesar-besarkannya kepada orang lain.
Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan sekelompok manusia yang mempunyai bibir seperti unta, lalu disuapkan bara kedalam mulutnya. Ini adalah contoh bagi mereka yang memakan harta anak yatim dengan jalan salah.
Selanjutnya Nabi s.a.w menyaksikan saekor lembu besar keluar dari lubang yang sangat sempit lalu ia berusaha untuk memasukinya kembali tetapi tidak berjaya. Itu adalah contoh bagi mereka yang bercakap besar dan dusta, lalu ia ingin menarik kembali percakapannya itu tetapi tidak berpeluang lagi.
Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung buah dadanya sambil mereka menjerit-jerit meminta pertolongan. Ini adalah gambaran wanita yang menyusukan anak mereka hasil dari berzina dengan lelaki yang bukan suaminya.
Menyaksikan sekelompok wanita yang di gantung rambutnya diatas api neraka sehingga mendidih otak di kepalanya. Ini adalah gambaran balasan kerana mereka tidak mahu menutup aurat di kepala dari di pandang lelaki yang bukan mahramnya.
Menyaksikan sekelompok wanita yang digantung lidahnya diatas api neraka lalu dituangkan air panas ke dalam mulutnya. Ini adalah gambaran balasan kerana mereka selalu menyakiti hati suaminya dan bercakap dengan suara yang kasar serta tinggi.
Itulah sebahagian riwayat-riwayat yang sering kita temui dalam kitab-kitab kisah Isra’ Mi’raj yang meskipun oleh para Ilmu Agama dikatakan bersumber dari keterangan yang lemah, namun yang jelas isinya merupakan peringatan untuk kita berhati-hati di dalam kehidupan dunia.
PERJALANAN NABI S.A.W DARI MASJIDIL AQSHA KE SIDRATIL MUNTAHA
Selanjutnya Malaikat Jibril menyediakan tangga Mi’raj yang diambil dari syurga. tangga Mi’raj itu di perbuat daripada emas dan perak berlapis mutiara. Melalui tangga inilah dengan berkendaraan Buraq Nabi SAW, bersama Malaikat Jibril lalu naik ke langit pertama yaitu langit dunia.
Ketika Jibril a.s meminta agar dibukakan pintu, kedengaran suara bertanya: Siapakah engkau? Dijawabnya: Jibril. Jibril a.s ditanya lagi: Siapakah bersamamu? Jibril a.s menjawab: Nabi Muhammad s.a.w. Jibril a.s ditanya lagi: Adakah Nabi Muhammad s.a.w telah diutuskan? Jibril a.s menjawab: Ya, Beliau telah diutuskan. Kemudian pintu langit pun dibuka, Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril segera masuk ke langit pertama.
DI LANGIT PERTAMA
Di sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Adam a.s, bapak seluruh umat manusia. Ketika Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Adam a.s, Beliau disambut serta Nabi Adam a.s, mendoakannya dengan doa kebaikan. Pertemuan Nabi Muhammad s.a.w dengan Nabi Adam a.s, di langit pertama ini sebenarnya merupakan suatu i’tibar, apabila kita berniat akan memulakan perkerjaan atau perjalanan, hendaklah terlebih dahulu kita datang kepada orang tua, yakni ayah dan ibu untuk memohon do’a restu keduanya agar perkerjaan dan perjalanan itu memperolehi kejayaan serta mendapat keselamatan. Kemudian perjalanan di teruskan, naiklah Nabi s.a.w bersama Jibril kelangit kedua.
DI LANGIT KEDUA
Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit kedua, masuklah Nabi Muhammad s.a.w, bersama Jibril. Di langit yang kedua Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi ‘Isa a.s dan Nabi Yahya a.s. Kedua orang Nabi ini kemudian memberikan do’a restunya untuk keselamatan Nabi Muhammad s.a.w. Kemudian naiklah Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril ke langit yang ke tiga.
DI LANGIT KETIGA
Sebagaimana di langit pertama dan kedua, begitu juga sampai didepan langit ketiga. Setelah selesai terjawab semua pertanyaan, di bukalah pintunya di sertai penghormatan oleh penjaga langit itu kepada Nabi Muhammad s.a.w. Di langit yang ketiga, Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Yusuf a.s, yaitu seorang hamba Allah yang memperolehi kurnia kecantikan paras wajahnya. Pertemuan antara Nabi Muhammad s.a.w, dengan Nabi Yusuf a.s, di langit yang ketiga ini tidak ubahnya seperti pertemuan dua saudara. Selanjutnya Nabi s.a.w bersama Jibril naik ke langit yang ke empat.
DI LANGIT KEEMPAT
Di sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Idris a.s yang telah memperolehi kurnia tempat yang tinggi dari Allah s.w.t. Pertemuan ini pun tak ubahnya seperti pertemuan dua orang saudara yang telah lama berpisah. Perjalananpun di teruskan, Nabi Muhammad s.a.w bersama Jibril terus naik ke langit yang ke lima.
DI LANGIT KELIMA
Dengan iringan penghormatan serta sambutan yang baik dari penjaga langit kelima, masuklah Nabi Muhammad s.a.w, bersama Jibril. Di langit yang kelima, Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Harun a.s. dengan penuh penghormatan. Pertemuan inipun tidak ubah seperti pertemuan dua orang saudara, penuh mesra dan saling hormat. Seterusnya Nabi s.a.w bersama Jibril naik ke langit yang ke enam.
DI LANGIT KEENAM
Di langit ke enam ini Nabi s.a.w bertemu dengan Nabi Musa a.s. Disini Nabi Muhammad s.a.w menyaksikan suatu keanehan, sebab tiba-tiba saja Nabi Musa a.s menangis tersedu-sedu. Apabila di tanyakan kepada Beliau..Beliaupun menjawab: Kerana aku tidak mengira ada seorang Nabi yang di utus Allah sesudahku, ummatnya akan lebih banyak yang masuk syurga dari ummatku. Kemudian perjalanan di teruskan ke langit ketujuh.
Hadis Rasulullah s.a.w. Diriwayatkan daripada Ibnu Abbas r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah menceritakan tentang perjalanan Israknya. Baginda bersabda: Nabi Musa a.s berkulit sawa matang dan tinggi seperti seorang lelaki dari Kabilah Syanu’ah. Manakala Nabi Isa a.s pula berbadan gempal, tingginya sederhana. Selain dari itu baginda juga menceritakan tentang Malik penjaga Neraka Jahanam dan Dajjal
DI LANGIT KE TUJUH
Di sini Nabi Muhammad s.a.w bertemu dengan Nabi Ibrahim a.s, disaat itu Nabi Ibrahim sedang bersandar di Baitul Ma’mur. Nabi s.a.w di sambut dengan baik, penuh penghormatan seperti menyambut anak sendiri. Nabi Ibrahim a.s sempat memberikan nasihat kepada Nabi Muhammad SAW sebagai berikut: Wahai Muhammad, aku nasehatkan agar engkau menyuruh umatmu untuk memperbanyak tanaman surga. Nabi SAW bertanya: Apakah yang tuan maksud dengan tanaman surga itu?. Jawab Nabi Ibrahima a.s. Tanaman surga ialah ucapan : LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAAHIL ‘ALIYYIL ‘ADZIIM atau ucapan SUBHAANALLAAHI WAL HAMDULILLAAHI WALAA ILAAHA ILLALLAAHU HUWALLAAHU AKBAR.
Perlu di ketahui bahawasanya Baitul Ma’mur adalah masjid para Malaikat yang setiap harinya tidak kurang dari 70,000 malaikat masuk kedalamnya dan apabila telah keluar, tidaklah mereka mengulanginya lagi.
Tidak lama kemudian Jibril menghidangkan tiga buah gelas, masing-masing berisi arak, air susu dan madu, supaya Nabi s.a.w memilihnya manakah yang lebih disukainya. Beliaupun memilih air susu, lalu di minumnya. Berkatalah Jibril: Benarlah engkau ya Muhammad. Itulah lambang kesucian engkau. Demikian malaikat Jibril mengatakan.
DI SIDRATIL MUNTAHA
Di Sidratil Muntaha ini Nabi Muhammad s.a.w menyaksikan keindahan panorama yang tiada bandingannya dan tidak terdapat di tempat manapun apa lagi di dunia ini. Dalam satu kesempatan di Sidratul Mutaha, Nabi Muhammad s.a.w sempat melihat, rupa Malaikat Jibril yang asli. Di sebut dalam satu hadis yang di riwayat Bukhari dan Muslim bahawasanya Jibril mempunyai enam ratus sayap. Selanjutnya Nabi Muhammad s.a.w di ajak oleh Malaikat Jibril menyaksikan keindahan bengawan Al-Kautsar, sampai ke depan pintu gerbang surga kemudian Beliau masuk ke surga, di dalam surga Beliau menyaksikan hal-hal yang mengherankan, yang belum pernah Beliau saksikan sebelumnya, juga mendengar suara-suara yang belum pernah Beliau mendengarnya, bahkan apa saja yang menjadi kehendak hati seketika wujud. Kesemuanya itu disaksikan oleh Nabi s.a.w di dalam surga, bahkan Beliau sempat membaca tulisan yang terpampang di pintu surga sebagai berikut, yang artinya:
SEDEKAH MEMPEROLEH PAHALA SEPULUH KALI LIPAT DAN MENGHUTANGI MEMPEROLEHI PAHALA DELAPAN BELAS KALI LIPAT.
Bertanyalah Nabi s.a.w kepada Jibril: Mengapakah pahala orang yang memberi hutang lebih besar dari pada pahala orang bersedekah?. Jibril menjawab: Benar, sebab orang yang di beri sedekah terkadang masih mempunyai persediaan hidup, sedangkan orang yang berhutang sudah barang tentu dia sangat memerlukan, yakni tidak mempunyai persediaan, sedangkan ia tidak sudi berbuat meminta-minta. Untuk kesempurnaan pengetahuan Nabi s.a.w, diajak melihat keadaan melihat neraka, di sisi Beliau meyaksikan bermacam-macam penyiksaan dan sebagainya. setelah menyaksikan keadaan syurga dan neraka, kemudian Nabi s.a.w meneruskan perjalanan naik ke Sidratul Muntaha sendirian tampa ditemani oleh Malaikat Jibril, lantaran Jibril merasa berat untuk melangkah lebih tinggi lagi. Di Sidratul Muntaha Beliau mendengar suara goresan pena penulis, yaitu kalam yang menulis hukum-hukum Allah di Lauhul-Mahfuzh.
Seterusnya Nabi Muhammad s.a.w diangkat naik setingkat lagi sampai ke ‘Arasy disinilah Nabi s.a.w menerima perintah solat yang wajib di laksanakan oleh Nabi s.a.w dan segenap ummatnya sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Dan akhirnya hanya tinggal lima waktu sehari malam setelah dinasihati oleh Nabi Musa a.s dan diperkenankan oleh Allah.
Juga di ‘Arasy, Nabi Muhammad s.a.w, menerima beberapa khushushiyyah yang belum pernah diberikan kepada para Nabi terdahulu. Mengenai beberapa khushushiyyah, yang disebut antara lain sebagi berikut:
Nabi s.a.w diberi oleh Allah : Surah Al-Fatihah dan akhir Surah Al-Baqarah dari ayat AAMANAR RASUULU sampai kepada firmanNya FAN SHURNAA ‘ALAL-QAUMIL KAAFIRIINA.
Allah berfirman dalam surah Al-Fatihah.
Yang bermaksud: Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Segala puji tertentu bagi Allah, Tuhan yang memelihara dan mentadbirkan sekalian alam. Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. Yang Menguasai pemerintahan hari Pembalasan (hari Akhirat). Engkaulah sahaja (Ya Allah) Yang Kami sembah, dan kepada Engkaulah sahaja kami memohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus. Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.
Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 285 & 286. Yang bermaksud: Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang-orang yang beriman; semuanya beriman kepada Allah, dan Malaikat-malaikatNya, dan Kitab-kitabNya, dan Rasul-rasulNya. (Mereka berkata): “Kami tidak membedakan antara seorang dengan yang lain Rasul-rasulnya”. Mereka berkata lagi: Kami dengar dan kami taat (kami pohonkan) keampunanMu wahai Tuhan kami, dan kepadaMu jualah tempat kembali”. Allah tidak memberati seseorang melainkan apa yang terdaya olehnya. Ia mendapat pahala kebaikan yang diusahakannya, dan ia juga menanggung dosa kejahatan yang diusahakannya. (Mereka berdoa dengan berkata): “Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau mengirakan kami salah jika kami lupa atau kami tersalah. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau bebankan kepada kami bebanan yang berat sebagaimana yang telah Engkau bebankan kepada orang-orang yang terdahulu daripada kami. Wahai Tuhan kami! Janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang kami tidak terdaya memikulnya. Dan maafkanlah kesalahan kami, serta ampunkanlah dosa kami, dan berilah rahmat kepada kami. Engkaulah Penolong kami; oleh itu, tolonglah kami untuk mencapai kemenangan terhadap kaum-kaum yang kafir”.
Posted Uncategorized
inTags
Salah satu Legenda Sunda yang termasyur selain Sasakala Sangkuriang atau Sang Kuring juga ada Wawancan Munding Laya Dikusumah yang menceritakan perjalanan seorang Pangeran Putra Pajajaran yang mencari Layang Sasaka Domas untuk menyelamatkan Negara agar menjadi makmur sentosa dengan cara mengalahkan Jongrang Kalapitung raksasa penjaga Jabaning Langit dan menaklukan Guriang 7 untuk mendapatkan Layang Sasaka Domas. Legenda Munding Laya Dikusumah ini beredar luas di masyarakat Sunda yang turun temurun diceritakan dari orang tua pada anaknya. Di Kabuyutan Cipaku, Darmaraja, Sumedang sendiri Wawacan Mundinglaya Dikusumah ini merupakan cerita yang diceritakan oleh orang tua kepada anaknya menjelang tidur bersama dengan cerita Lutung Kasarung, Ciung Wanara, Sangkuriang Kabeurangan, dan cerita lainnya. Uniknya di Kabuyutan Cipaku terdapat satu Situs yang merupakan tempat untuk menandai Wawacan Mundinglaya Dikusumah, nama Situsnya adalah Astana Gede Lembu Agung berada di Kabuyutan Cipaku dekat gerbang atau pintu masuk menuju Desa Cipaku Kecamatan Darma Raja Kabupaten Sumedang. Mundinglaya Dikusumah berasal dari kata Munding atau bahasa lainnya adalah Lembu dan Situs sangat disakralkan di Kabuyutan Cipaku selain Situs Prabu Guru Aji Putih adalah Situs Astana Gede Lembu Agung. Setiap anak- anak laki- laki yang disunat wajib di bawa berziarah ke Astana Gede Lembu Agung untuk mendapatkan berkah dan karomah dari Yang Maha Kuasa agar menjadi Pangeran layaknya Mundinglaya Dikusumah yang dipercaya akan menjadi juru selamat Bangsa dan Negara.
Leluhur Sunda selalu mengajarkan ilmu pengetahuan dengan bahasa- bahasa Simbolis, Legenda Mundinglaya Dikusumah tidak dapat kita artikan secara literal atau textual tetapi harus dipahami secara simbolis apa makna yang terkandung dari cerita legenda tersebut. Sosok Mundinglaya Dikusumah sendiri sebagai perwujudan dari sosok manusia yang memiliki budi yang luhur dalam cerita berhasil mengalahkan Jongrang Kalapitung yang merupakan seorang raksasa besar sekali ketika ditanya dimanakah lokasi Jabaning Langit, Jongrang Kalapitung menjawab DI TUBUH MU, ketika ditanya lagi dimana lokasi Jabaning Langit tempat Guriang 7 dan Sasaka Domas berada Jongrang Kalapitung menjawab DI HATI MU. Sosok Jongrang Kalapitung Sang Raksasa tiada lain adalah Sifat Raksasa / Buta yang ada dalam diri kita, dalam terminologi Islam dikenal dengan Iblis sebagai perwujudan Sifat kesombongan, angkara murka, yang terbuat dari API yang memiliki hawa panas, merupakan sifat- sifat keburukan yang ada dalam diri manusia, dimanakah mereka bersemayam tentu saja di dalam hati. Hati kita lah yang harus dikalahkan dari sifat-2 Jongrang Kalapitung / Raksasa/ Iblis yang penuh kesombongan, kebencian, haus darah dan kekuasaan.
Lalu apa makna Jabaning Langit, Guriang 7, dan Sasaka Domas? Jabaning Langit seperti disampaikan oleh Jongrang Kalapitung lokasinya ada di dalam tubuh kita dan tepatnya ada di dalam hati kita. Lalu apa yang dimaksud Mahluk Guriang 7 yang menjaga Layang Sasaka Domas yang harus ditaklukan oleh Mundinglaya Dikusumah? Guriang 7 tiada lain adalah 7 lapisan atau 7 langit atau 7 titik cakra yang ada dalam tubuh manusia dan puncak tertinggi dari 7 langit atau 7 cakra tersebut terdapat Suara Tuhan atau Ilahiah dengan simbol berwarna putih menggambarkan kesucian hati atau kebersihan hati sehingga segala bentuk sifat buruk yang ada dalam diri manusia telah berhasil dikalahkan. Layang Sasaka Domas sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan dapat tercapai apabila sifat- sifat buruk yang ada dalam diri manusia telah hilang yang ada hanyalah sifat-sifat baik dengan budipekerti yang luhur, membaktikan kehidupan dan dirinya untuk Tuhan dan Alam Semesta. Secara Simbolis Jabaning Langit dengan Guriang 7 nya adalah proses atau Jalan menuju keselamatan atau jalan menuju kesucian atau jalan menuju Tuhan agar menjadi Manusia yang Unggul dan Paripurna, Khalifah Fil Ardi, Manusia yang amanah mengabdikan dirinya untuk Tuhan Yang Maha Kuasa menjadi juru selamat bagi alam semesta dengan bahasa lainnya adalah Darma Raja, Pemimpin yang amanah menjalankan Darma.
Nama- nama yang terdapat di Kabuyutan Cipaku sangat unik sekali merupakan kunci untuk keselamatan dunia dan alam semesta seperti Mundinlaya Dikusumah/ Lembu Agung, Batara Guru Aji Putih sebagai simbol ilmu pengetahuan dan kesucian, Darma Raja / Khalifah Fil Ardi merupakan pemimpin yang amanah dan menjadi juru selamat, dan Sumedang Larang yang berarti Su adalah baik, Medang artinya lapang, dan Larang artinya tanpa tanding sehingga Sumedang dapat diartikan sebagai kebaikan dan kelapangan hati yang tiada tandingannya, dalam terminologi Islam Sumedang Larang adalah Ilmu Ikhlas dan Kebaikan yang tiada tandingannya. Seperti kita ketahui Agama berasal dari bahasa Sansakerta yang terdiri dari dua suku kata yaitu a dan gama, a artinya tidak dan gama artinya kacau, Agama artinya tidak kacau atau jalan mencegah agar tidak kacau atau jalan menuju keselamatan. Menurut beberapa perkiraan, ada sekitar 4.200 agama di dunia. Ada sekian banyak agama di dunia dari manakah semuanya berasal? Banyak ahli yang mengatakan bahwa Agama tertua adalah agama Hindu dan kata Hindu sendiri berasal dari kata Shindu yang merupakan sebuah peradaban Lembah Sungai Shindu konon sudah ada sejak 1500 SM. Namun dengan ditelitinya Situs Megalitikum Gunung Padang Cianjur dimana Carbon Dating dari batuannya menunjukan angka 18.000 tahun Sebelum Masehi membuat kita bertanya-tanya benarkah Agama Tertua itu berasal dari Lembah Sungai Shindu?
Masyarakat Kabuyutan Cipaku Darma Raja Sumedang sendiri begitu juga dengan Masyarakat Kabuyutan Kanekes Baduy Banten mempercayai dan meyakini bahwa seluruh peradaban dan agama yang ada di dunia berasal dari Tatar Sunda atau Benua Sunda. Keyakinan akan cikal bakal peradaban dunia berasal dari Benua Sunda atau Sundaland tersebut juga didukung oleh tulisan karya Prof. Stephen Openheimer yang berjudul Eden in The East, Sundaland, yang meneliti tentang penyebaran DNA manusia berasal dari Tatar Sunda atau Benua Sunda. Begitu juga dengan buku Prof. Ariyo Santos Ahli Geologi dari Brazil yang menceritakan tentang The Lost Atlantis dimana beliau menunjukan lokasinya adalah di Indonesia. Ada banyak bukti- bukti arkeologi yang mulai diteliti oleh para ahli arkeologi dari mulai Situs Megalitikum Gunung Padang, Situs Tulisan di Gua Maros Sulawesi, dan lainnya yang menunjukan bahwa peradaban Tatar Sunda atau Benua Sunda yang dahulu Indonesia merupakan satu hamparan benua dimana Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi masih menyatu, memiliki peradaban yang tinggi. Tentu peradaban tersebut didukung pula dengan sistem keagamaannya yang hingga kini masih beredar luas di masyarakat dalam bentuk Cerita Pantun, Mithos, Legenda, Wawacan, dan bahasa- bahasa simbolis yang diturunkan secara turun temurun dari para leluhur jaman dulu.
Secara historis dan kronologis urutan agama- agama di dunia adalah dimulai dari Shindu ~ Hindu yang merupakan buah karya dari para Brahmana yang mendapatkan pencerahan dari Tuhan Yang Maha Kuasa, lalu kemudian muncul agama Budha yang dikembangkan oleh Sidharta Gautama, lalu kemudian timbul Agama Abrahamik atau Agama keturunan Ibrahim (Brahm ~ Brahma?) yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Dalam kepercayaan Agama Shindu purba konsep Ketuhanan pun bersifat Monoteistik mempercayai terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang disebut sebagai Atman atau Brahman dan seluruh Dewa yang ada di alam semesta Tunduk terhadap Brahman atau Tuhan. Dalam Terminologi Shindu / Hindu Tuhan Yang Maha Esa berada di posisi puncak dari 7 Cakra yang bersimbol warna Putih dengan tulisan atau suara OM keduanya menggunakan hurup besar, simbol Ketuhanan dalam agama Shindu atau Hindu. Dalam perkembangannya Agama Shindu kemudian meyakini bahwa Tuhan dalam pelaksanaannya di Alam Semesta menunjuk Para Dewa yang bertugas untuk menjalankan perintah Tuhan.
Kata “dewa” dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dewa atau daiwa(bahasa Sanskerta), yang berasal dari kata diw (bahasa India-Iran), yang berasal dari kata deiwos atau deywos (bahasa Proto-India-Eropa), yang merupakan turunan dari kata diw atau dyew yang bermakna “langit, surga, CAHAYA, atau bersinar”. Kata dewa dalam bahasa Inggris (deity) berasal darideité (bahasa Prancis Pertengahan), yang berasal dari deus (bahasa Latin), yang berasal dari devos atau deiuos (bahasa Latin Lama), yang berasal darideiwos (bahasa Proto-Italia), yang pada akhirnya memiliki akar serupa dengan kata “dewa” dalam bahasa Indonesia, yaitu kata diw atau dyew dalam bahasa Proto-India-Eropa. Dewa dalam Terminologi Shindu atau Hindu adalah Mahluk yang ditugaskan oleh Tuhan berasal dari Cahaya atau diciptakan dari Cahaya. Dalam Terminologi Islam Dewa memiliki kemiripan fungsi dengan mahluk Tuhan yang diciptakan dari cahaya yaitu Malaikat. Tuhan memberi tugas para Dewa untuk menjaga alam semesta ini dan dalam terminologi Hindu secara garis besar dibagi menjadi 3 dewa yaitu Dewa Brahma bertugas menciptakan segala sesuatu, kemudian Dewa Wisnu bertugas melindungi dan merawat sistem alam semesta, dan terakhir adalah Dewa Siwa yang bertugas menghancurkan atau melebur segala sesuatu yang usang kembali keasalnya. Secara simbolis ketiga dewa tersebut berhubungan dan sangat diperlukan dalam sistem alam semesta untuk terjaga keseimbangannya sebagai contoh dalam tubuh kita saja diperlukan sistem pelebur, pencipta, dan pemelihara, makanan yang kita makan perlu dilebur melalui enzym penghancur dikembalikan ke asalnya zat- zat yang dibutuhkan manusia kemudian setelah lebur kembali ke asalnya zat- zat tersebut tercipta menjadi energi dalam tubuh maka sistem penciptaanlah yang berperan, dan tentu saja keseluruhan sistem tersebut harus dipelihara dengan baik agar tubuh kita berjalan dengan normal/ sehat, sistem pemelihara lah yang berperan. Tatanan sistem alam semesta tersebut disimbolkan dalam bentuk Dewa yaitu Siwa dewa pelebur, Brahma dewa pencipta, dan Wisnu dewa pemelihara.
Agama Budha sendiri muncul akibat kekecewaan Sidharta Gautama terhadap sistem Kasta yang muncul pada perkembangan Agama Hindu, secara prinsip tetap mengacu kepada Ketuhanan atau Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan kedalam Budha. Agama Abrahamik atau Agama Keturunan Ibrahim sendiri muncul dari Nabi Ibrahim AS yang menurunkan tiga agama besar dunia yaitu Yahudi yang dibawa oleh Nabi Musa AS, lalu kemudian Agama Nasrani atau Kristen yang dibawa oleh Nabi Isa AS, dan terakhir adalah Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga Agama Ibrahim tersebut meyakini Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, meyakini adanya Malaikat, dan meyakini adanya para Nabi dan Rosul yang ditugaskan oleh Alloh SWT mengajarkan budi pekerti, kebaikan, dan nilai- nilai spiritual kepada masyarakat, menjadi juru selamat kepada umat manusia agar terhindar dari kekacauan dan kehancuran. Islam sendiri dari kata Salam yang berarti Selamat dan Dienul Islam adalah Jalan Keselamatan dengan menjalankan Perintah Tuhan yaitu Allah SWT dan menjauhi larangannya. Terlepas dari berbagai ritual atau cara dalam menjalankan Agama Allah tersebut secara prinsip Agama Abrahamik memiliki kesamaan bahwa semuanya mempercayai Allah sebagai Tuhan Semesta Alam.
Apabila menelisik kata Abraham atau Ibrahim maka kita akan mudah menemukan bahwa kata tersebut berasal dari kata Brahm atau Brahma dimana dalam Terminologi Hindu maupun Budha Brahma atau Brahmana adalah Guru yang mengajarkan tentang Ketuhanan atau Ilahiah. Dalam Terminologi Shindu/ Hindu Brahmanalah yang bertugas menjadi guru mengajarkan manusia tentang budipekerti dan ketuhanan. Dalam Agama Abrahamik pun demikian adalah Ibrahim / Brahm/ Brahmana lah yang kemudian menurunkan ketiga agama besar di dunia. Darimanakah para Brahmana ini mendapatkan ilmu pengetahuannya? Baik dalam terminologi Shindu maupun Islam ada Dewa atau Malaikat yang bertugas memberikan pengetahuan atau Ilmu yaitu Malaikat Jibril / Gabriel dalam Terminologi Agama Abrahamik dan Dewa Guru atau Batara Guru dalam terminologi Agama Shindu. Batara Guru / Cahaya / Malaikat Jibril/ Gabriel membimbing para Brahmana mengajarkan manusia- manusia pilihan / manusia- manusia unggulan untuk menjadi juru selamat bagi alam semesta, mengajarkan manusia menjadi Khalifah Fil Ardi, Pemimpin yang Amanah, Darma Raja menuju Jalan Keselamatan, Jalan yang diajarkan oleh Tuhan. Kita tentu percaya bahwa Tuhan Semesta Alam itu satu dan Ajaran Agama Ibrahim pun mengajarkan demikian bahwa Tiada Tuhan selain Allah SWT, Tuhan yang tidak bisa dijangkau oleh pikiran manusia karena kemampuan manusia lah yang terbatas untuk mampu menjangkaunya. Untuk menjembatani hubungan Tuhan dengan Manusia maka Tuhan menurunkan para Malaikat dalam Terminologi Agama Ibrahim atau Dewa / Cahaya dalam terminologi Agama Shindu.
Apabila kita diberikan keikhlasan mata hati kita maka kita dapat memahami dengan mudah bahwa karena Tuhan Semesta Alam itu SATU atau Tunggal atau ESA maka semuanya berasal dari satu, adapun perbedaan- perbedaan yang ada saat ini hanya karena DEVIASI istilah yang disebabkan karena perbedaan bahasa. Sama halnya kita memahami Zat H2O yang dalam bahasa Indonesia disebut Air, dalam bahasa inggris disebut Water, dalam bahasa Sunda disebut Cai, dalam Bahasa Sangsakerta disebut Tirta, dalam Bahasa Jawa disebut Banyu, dan ada banyak bahasa di dunia ini sehingga timbul deviasi sangat akut terhadap pemahaman agama- agama yang ada. Deviasi terjadi selain karena bahasa juga karena pemahaman terhadap agama- agama yang ada di dunia ini dipahami secara Literal atau Textual tidak mencoba menggalinya secara Simbolis untuk diambil makna atau arti atau maksud dari Simbol- simbol yang ada dalam agama tersebut. Apabila kita mau membuka mata hati kita mencoba memahami secara simbolis maka akan paham bahwa semuanya juga terdapat kemiripan- kemiripan contohnya OM dalam Terminologi Hindu ada di Cakra-7 bersimbol Putih disebut sebagai “The Sound of God”, Suara Tuhan atau Ketuhanan atau Ilahiah. Dalam Mithos atau Legenda Sunda Munding Laya Dikusumah menjelaskan tentang perjalanan mencari Layang Sasaka Domas dengan pergi ke Jabaning Langit dan menaklukan Guriang 7, ketika ditanya dimanakah Jabaning Langit dijawab di tubuh mu, ketika ditanya lagi dimana lokasi Jabaning Langit jawabannya di hatimu. Sasaka Domas bagi Orang Kabuyutan Kanekes adalah tempat suci dimana mereka memuja Sang Hyang Keresa, Tuhan Semesta Alam. Dalam Terminologi Islam Tuhan atau Allah berada di langit ke-7 atau Sidratul Muntaha dimana dalam peristiwa Isra Miraj Nabi Muhammad SAW diajak oleh Malaikat Jibril untuk bertemu dengan Tuhan menerima perintah Shalat dari Allah.
Sejak kemunculannya 1400 tahun silam, Al-quran sebagai kitab yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sudah menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan langit sebanyak tujuh lapis. Bahkan dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW sudah sampai ke sana untuk menerima perintah Shalat dari Allah. Allah menjelaskan dalam Surat 2 Al-Baqarah ayat 29 bahwa langit memiliki tujuh lapisan dan memiliki fungsi yang berbeda. Arti ayat tersebut adalah sebagai berikut. Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan dia maha mengetahui segala sesuatu. (Surat 2 Al-Baqarah ayat 29). Ayat lain yang menyatakan bahwa Langit itu terdiri dari 7 lapis adalah dalam Surat 41 Fushshilat ayat 11, yang artinya: Maka dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa. Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan yang maha perkasa lagi maha mengetahui. (Surat 41 Fushshilat ayat 11). Ayat di atas menjelaskan bahwa setiap lapisan langit memiliki urusannya sendiri-sendiri. Hal ini berarti setiap lapisan langit memiliki fungsi masing-masing.
Menarik sekali bukan kemiripan Terminologi Hindu mengenal 7 Cakra, Terminologi Sunda mengenal 7 Guriang, dan Terminologi Islam mengenal 7 Langit. Kalau kita perhatikan tulisan Sangkerta OM yang merepresentasikan Tuhan atau Ketuhanan atau Ilahiah maka ada kemiripan dengan tulisan Allah dalah bahasa Arab dan menariknya keduanya merepresentasikan hal yang sama yaitu TUHAN. Bahkan tuisan OM dalam bahasa Sansakerta apabila diputar 90 derajat ke kanan dan dibaca secara tuisan Arab adalah Allah. Dengan demikian barangkali tidak salah apabila ada hipotesa yang mengatakan seluruh agama yang ada di dunia berasal dari Yang Satu tentu siapa lagi kalau bukan berasa dari TUHAN atau ALLAH yang mengajarkan manusia- manusia unggul / manusia- manusia pilihan melalui para malaikatnya untuk menjadi juru selamat di berbagai bangsa dan peradaban manusia. Kita melihatnya sekarang berbeda- beda akibat adanya perbedaan bahasa dan istilah dan seringkali kita malah timbul konflik antara umat manusia hanya karena perbedaan- perbedaan istilah, padahal apabila dipahami secara simbolis maknanya kita akan terkejut ternyata yang kita ributkan bermuara dari Satu Yang Sama semuanya berasal dari Tuhan Yang Maha Esa dimana Tuhan sendiri mengajarkan Jalan Keselamatan, Jalan Tuhan bukan jalan permusuhan yang justru menimbulkan kehancuran.
Barangkali secara simbolis kita harus belajar dari Mundinglaya Dikusumah bagaimana kita bisa mengalahkan Jongrang Kalapitung yang ada dalam diri kita agar menjadi Manusia Unggul (MaUng) mencapai Jabaning Langit menaklukan Guriang 7, 7 Cakra yang ada dalam tubuh kita dan mendekatkan diri dengan Tuhan agar menjadi manusia yang paripurna menjadi juru selamat baik untuk diri kita pribadi, keluarga, dan lingkungan kita. Semoga kita dapat mengalahkan sifat Iblis / Jongrang Kalapitung berupa sifat sombong, iri dengki, dan sifat keburukan yang akan menjauhkan diri kita dari Tuhan Yang Maha Esa atau menjatuhkan diri kita kedalam jurang kenistaan, terbakar api neraka, api amarah dan kebencian sehingga hati kita dipenuhi kekotoran, sakit hati, iri dengki, fitnah keji, dan lainnya yang pada akhirnya Tubuh kita pun akan merasakan sakit. Sasaka Domas yang ada di Jabaning Langit ke-7 simbol Ketuhanan, Kesucian, dengan Warna Putih, di Kabuyutan Cipaku disebut Aji Putih tempat bersemayamnya Batara Guru Aji Putih dimana diajarkan kebersihan dan kesucian hati agar kembali ke Jalan Keselamatan/ Jalan Tuhan/ Jalan Alloh SWT, menjadi Khalifah Fil Ardi/ Darma Raja Sumedang Larang. Silih Asih, Silih Asah, Silih Asuh, Silih Wangian, berlomba- lomba dalam kebaikan dengan dilandasi rasa kasih sayang antara sesama umat manusia yang seasal dan seturunan. Semuanya berasal dari Cipaku, ci artinya air dan paku artinya lingga/ alat reproduksi laki- laki, cipaku artinya sperma, cikal bakal seluruh manusia yang ada di bumi dan filosofi manusia yang seasal dan seturunan yang membedakan di mata Tuhan hanyalah kebaikannya, Guriang 7, Sasaka Domas, Siliwangi.
Pada tanggal 1 Mei 2016 dimana tulisan ini dituliskan Situs Astana Gede Lembu Agung Mundinglaya Dikusumah Kabuyutan Cipaku Darmaraja Sumedang sudah hampir tenggelam oleh Pembangunan Waduk Jatigede, saat ini airnya sudah berada di kaki Situs Astana Gede Mundinglaya Dikusumah, semoga hal itu bukan menjadi pertanda buruk bagi bangsa ini, sebagai totonden tenggelamnya budi pekerti pengisi Bangsa Indonesia. Semoga dengan adanya tulisan ini timbul kesadaran adanya Manusia- manusia Unggul (MaUng) yang mau belajar seperti Mundinglaya Dikusumah mengalahkan Jongrang Kalapitung, menuju Jabaning Langit menaklukan Guriang 7 mendapatkan Layang Sasaka Domas, Jalan Tuhan, Jalan Keselamatan membawa Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang subur, makmur, gemah ripah, loh jinawi, cukup sandang, pangan, papan, dan berbudi luhur menjadi bangsa unggul yang dipercaya dan disegani oleh masyarakat dunia, tidak lagi menjadi bangsa yang dilecehkan, dijajah, dan dihina bangsa lain sebagai bangsa yang Korup dan Income per Capita atau Pendapatan yang Rendah alias Miskin. Bangsa ini harus bangkit dari keterpurukan dan solusinya adalah Mundinglaya Dikusumah yang bisa menaklukan Guriang 7 dan mendapatkan Layang Sasaka Domas. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan ampunan kepada kita semua dan tidak bosan- bosannya menurunkan Batara Guru/ Malaikat Jibril yang memberikan ilmu pengetahuan kepada kita semua agar menjadi pribadi- pribadi yang dapat menaklukan sifat- sifat Iblis yang ada dalam tubuh kita sehingga mampu menjadi Manusia Unggul/ MaUng/ Manusia Paripurna yang Jawara/ Juara, Satria Pinandhita, Sang Juru Selamat. Amiiin YRA.
Berikut ini Ringkasan Cerita Legenda Mundinglaya Dikusumah untuk dapat kita pahami makna simbolis yang ada di dalamnya:
Prabu Siliwangi memiliki dua orang istri yaitu Nyimas Tejamantri dan Nyimas Padmawati yang menjadi permaisuri. Dari Nyimas Tejamantri, Prabu Silihwangi mendapat seorang anak yaitu pangeran Guru Gantangan. Sedangkan dari permaisuri Nyimas Padmawati, raja memperoleh anak yang diberi nama Mundinglaya. Beda umur antara pangeran Guru Gantangan dan pangeran Mundinglaya sangat jauh. Saat pangeran Guru Gantangan ditunjuk jadi bupati di Kutabarang dan sudah menikah, Mundinglaya masih anak-anak.
Karena tidak mempunyai anak, pangeran Guru Gantangan memungut anak dan diberi nama Sunten Jaya. Guru Gantangan juga tertarik untuk merawat Mundinglaya sebagai anaknya. Saat pangeran Guru Gantangan meminta Mundinglaya dari permaisuri Nyimas Padmawati, permaisuri memberikannya karena mengetahui bahwa pangeran Guru Gantangan sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.
Saat pangeran Mundinglaya dewasa, pangeran Guru Gantangan lebih menyayangi pangeran Mundinglaya daripada pangeran Sunten Jaya. Hal ini disebabkan perbedaan karakter yang sangat jauh antara pangeran Mundinglaya dan pangeran Sunten Jaya. Pangeran Mundinglaya selain rupawan juga baik budi pekertinya sedangkan keponakannya sifatnya angkuh dan manja. Hal ini sangat membuat iri pangeran Sunten Jaya. Terlebih lagi ibunya juga sangat menyayangi pangeran Mundinglaya.
Hanya saja perhatian istri pangeran Guru Gantangan kepada pangeran Mundinglaya sangat berlebihan sehingga membuat pangeran Guru Gantangan cemburu. Akhirnya pangeran Mundinglaya dijebloskan kedalam penjara oleh saudara tirinya itu dengan alasan bahwa pangeran Mundinglaya mengganggu kehormatan wanita. Keputusan ini menjadikan masyarakat dan bangsawan Pajajaran terpecah dua, ada yang menyetujui dan ada yang menentang keputusan tersebut sehingga mengancam ketentraman kerajaan ke arah permusuhan antar saudara.
Pada saat yang gawat ini, terjadi sesuatu yang aneh. Pada suatu malam, permaisuri Nyimas Padmawati bermimpi aneh. Dalam tidurnya, permaisuri melihat tujuh guriang, yaitu mahluk yang tinggal di puncak gunung. Di antara mereka ada yang membawa jimat yang disebut Layang Salaka Domas. Permaisuri mendengar perkataan guriang yang membawa jimat tersebut: “Pajajaran akan tenteram hanya jika seorang kesatria dapat mengambilnya dari Jabaning Langit.”
Segera setelah bangun pada pagi harinya, permaisuri menceritakan mimpi itu kepada raja. Prabu Silihwangi sangat tertarik oleh mimpi permaisuri dan segera meminta seluruh rakyat juga bangsawan, termasuk pangeran Guru Gantangan dan pangeran Sunten Jaya, untuk berkumpul di depan halaman istana untuk membahas mimpinya permaisuri. Setelah seluruhnya berkumpul, raja berkata: “Adakah seorang kesatria yang berani pergi ke Jabaning Langit untuk mengambil jimat Layang Salaka Domas?”
Senyap… Tidak ada suara yang terdengar. Pangeran Sunten Jaya pun tidak mengeluarkan suaranya. Dia takut akan barhadapan dengan Jonggrang Kalapitung, seorang raksasa berbahaya yang selalu menghalangi jalan ke puncak gunung. Setelah beberapa saat, patih Lengser angkat bicara: “Paduka,” dia berkata, “setiap orang telah mendengarkan apa yang disampaikan paduka, kecuali masih ada satu orang yang belum mendengarkannya. Dia berada dalam penjara. Paduka belum menanyainya. Dia adalah pangeran Mundinglaya.” Mendengar ini, raja memerintahkan agar pangeran Mundinglaya dibawa menghadap. Patih Lengser kemudian meminta izin pangeran guru Gantangan untuk melepaskan pangeran Mundinglaya.
Saat pangeran Mundinglaya sudah berada di hadapannya, raja berkata: “Mundinglaya, maukah ananda mengambil jimat Layang Salaka Domas, yang diperlukan untuk mencegah negara dari kehancuran akibat malapetaka?” Karena layang salaka domas penting bagi keselamatan negara, ananda akan pergi mencarinya, ayah,” kata pangeran Mundinglaya.
Prabu Silihwangi sangat senang mendengar jawaban ini. Demikian juga masyarakat dan para bangsawan. Bagi pangeran Mundinglaya, tugas ini juga berarti kebebasan jika dia berhasil mendapatkan layang salaka domas. Sementara bagi pangeran Sunten Jaya ini berarti menyingkirkan musuhnya, karena dia yakin bahwa pamannya akan dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung. “Kakek,” kata pangeran Sunten Jaya, “dia adalah seorang tahanan, jika kakek membiarkannya pergi sekarang, tidak akan ada jaminan bahwa dia akan kembali.”
“Apa yang cucunda usulkan, Sunten Jaya?”
“Jika dia tidak kembali setelah sebulan, penjarakan kanjeng ibu Padmawati dalam istana.” Masyarakat dan bangsawan kaget mendengar permintaan ini. Prabu Silihwangi berbalik kepada pangeran Mundinglaya: “Bagaimana menurutmu?”
”Ananda akan kembali dalam sebulan dan setuju dengan usulan Sunten Jaya.”
Dalam beberap minggu, pangeran Mundinglaya diajari oleh patih Lengser ilmu perang dan cara menggunakan berbagai senjata sebagai bersiapan untuk menghadapi rintangan yang akan ditemui selama perjalanan ke Jabaning Langit. Kemudian pangeran Mundinglaya meninggalkan Pajajaran. Karena dia tidak pernah keluar dari ibukota tersebut, pangeran Mundinglaya tidak mengetahui jalan ke Jabaning Langit. Dengan berserah diri kepada Tuhan yang Maha Kuasa, sang pangeran pergi melewati berbagai hutan lebat untuk menemukan Jabaning Langit dan bertemu dengan para guriang.
Dalam perjalanan, pangeran Mundinglaya melewati kerajaan kecil Muara Beres (atau Tanjung Barat) yang merupakan bawahan dari Pajajaran. Disana pangeran Mundinglaya bertemu dan jatuh hati dengan putri kerajaan yang bernama Dewi Kania atau Dewi Kinawati. Mereka saling berjanji akan bertemu lagi setelah pangeran Mundinglaya berhasil menjalankan tugas dari Prabu silihwangi untuk memperoleh jimat layang salaka domas.
Pangeran Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Tiba-tiba di tengah perjalanan dia dicegat oleh raksasa Janggrang Kalapitung yang berdiri di depannya. “Mengapa kamu memasuki wilayahku? Apakah kamu menyerahkan diri sebagai santapanku?”
“Coba saja kalau bisa!” jawab pangeran Mundinglaya dengan tenang. Jonggrang Kalapitung menubruknya tapi pangeran Mundinglaya berkelit.
Berkali-kali si raksasa menyerang pangeran Mundinlaya, tapi lagi dan lagi jatuh ke tanah sampai akhirnya kehabisan napas. Dengan kerisnya, pangeran Mundinglaya mengancam musuhnya:
“Katakan dimana Jabaning Langit?”
“Di dalam dirimu.” Berpikiran bahwa si raksasa berbohong, pangeran Mundinglaya menekankan keris lebih dalam ke leher si raksasa. “Jangan berbohong! Di manakah Jabaning Langit?”
“Di dalam hatimu.” Setelah itu, pangeran Mundinglaya melepaskan raksasa tersebut, sambil berkata: “Aku membebaskanmu, tapi jangan ganggu rakyat Pajajaran lagi.” Jonggrang Kalapitung menuruti dan berterima kasih kepada pangeran Mundinglaya dan meninggalkan Pajajaran selamanya.
Ketika dia pergi, pangeran Mundinglaya menemukan suatu tempat untuk beristirahat dan berdoa meminta tolong kepada tuhan yang Maha Esa untuk diberikan jalan. Suatu hari dia merasakan seolah-olah terangkat dari tempatnya dan terbang ke suatu tempat yang sangat terang. Di sana dia diterima oleh tujuh guriang, mahluk-mahluk supranatural yang menjaga Layang Salaka Domas.
Mereka bertanya kepada pangeran Mundinglaya mengapa berani datang ke Jabaning Langit. “Tujuanku datang ke sini adalah untuk mengambil Layang Salaka Domas yang diperlukan oleh negaraku sebagai obat untuk mencegah permusuhan antar saudara. Akan banyak orang menderita dan mati memperebutkan yang tidak jelas.” “Kami menghargaimu, pangeran Mundinglaya, tapi kami tidak dapat memberimu Layang Salaka Domas karena ini bukan untuk manusia. Bagaimana kalau pemberian lain sebagai hadiah untukmu? Misalnya seorang putri cantik atau kesejahteraan, atau kami dapat menjadikanmu manusia tersuci di dunia?”
“Aku tidak memerlukan semua itu, jika rakyat Pajajaran terlibat dalam perang.”
“Kalau begitu, kamu harus merebutnya setelah mengalahkan kami.” Maka terjadilah perkelahian. Karena para guriang sangat kuat, pangeran Mundinglaya terjatuh dan meninggal. Segera setelah itu, muncul mahluk supranatural lainnya, yaitu Nyi Pohaci yang menampakkan diri dan menghidupkan kembali pangeran Mundinglaya. Pangeran Munding Laya bersiap kembali untuk bertempur dengan para guriang.
“Tidak perlu ada lagi pertempuran, karena engkau telah menunjukkan sifatmu yang sebenarnya,” kata salah satu dari tujuh guriang, “jujur, tidak tamak. Engkau mempunyai hak untuk membawa Layang Salaka Domas.” Dan dia kemudian memberikannya kepada pangeran Mundinglaya. Pangeran Mundinglaya sangat bergembira dan mengucapkan terima kasih. Dia juga berterima kasih kepada Nyi Pohaci atas bantuannya. Dengan dipandu oleh tujuh guriang yang kemudian menyebut diri mereka sebagai Gumarang Tunggal, pangeran Mundinglaya pergi pulang ke Pajajaran.
Di Pajajaran, pangeran Sunten Jaya mengganggu ketentraman permaisuri. Kepada Prabu Silihwangi, pangeran Sunten Jaya mengatakan bahwa permaisuri sebenarnya tidak bermimpi, bahwa dia berdusta untuk membebaskan putranya dari penjara. Dengan demikian, dia membujuk Prabu Silihwangi untuk menghukum mati permaisuri.
Pangeran Sunten Jaya bahkan lebih jauh berniat untuk mengganggu ketentraman Dewi Kinawati di Muara Beres dengan menceritakan bahwa pangeran Mundinglaya telah dibunuh oleh Jonggrang Kalapitung. Tentara digelar untuk mendatangi kerajaan itu. Pada saat yang gawat tersebut, pangeran Mundinglaya beserta ajudannya telah sampai ke Pajajaran. Mereka senang dan berteriak kegirangan. Pangeran Sunten Jaya dan pengikutnya diusir.
Setelah itu. Prabu Silihwangi menobatkan pangeran Mundinglaya sebagai raja Pajajaran menggantikannya dengan gelar Mundinglaya Dikusumah.
Tidak lama setelah itu, Mundinglaya Dikusumah menikahi Dewi Kinawati dan menjadikannya sebagai permaisuri dan Pajajaran menjadi negara yang adil makmur dan aman.
Sumber: