Tinggalkan komentar

Sejarah Singkat Wali Songo Penyebar Islam di Pulau Jawa (Bagian ke-1 dari 9 Tulisan)

Sejarah Singkat Wali Songo Penyebar Islam di Pulau Jawa (Bagian ke-1 dari 9 Tulisan)

Serambi Nusantara

Prabu Siliwangi dan Kosmologi Sunda: Telaah Tasawuf Ketuhanan Leluhur Nusantara

Oleh Ki Eka ”Sengara”

Dalam telaah almarhum Edi S. Ekadjati, kosmologi Sunda kuno terbagi dalam tiga hal, yaitu   bumi sangkala (dunia nyata, alam dunia), buana niskala (dunia gaib, alam gaib), dan buana jatiniskala (dunia atau alam kemahagaiban sejati).

Bumi sangkala adalah alam nyata di dunia tempat kehidupan makhluk yang me­miliki jasmani (raga) dan rohani (jiwa). Makhluk demikian adalah yang disebut manusia, hewan, tumbuhan, dan benda lain yang dapat dilihat baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

Buana niskala adalah alam gaib sebagai tempat tinggal makhluk gaib yang wujudnya hanya tergambar dalam imajinasi manusia, seperti dewa-dewi, bidadara-bidadari. Buana niskala yang disebut juga kahyangan yang terdiri atas surga dan neraka.

Sedangkan buana jatiniskala adalah alam kemahagaiban sejati sebagai tempat tertinggi di jagat raya. Penghuninya adalah zat Maha Tunggal yang disebut Sang Hyang Manon, zat naha pencipta yang disebut Ijunajati Nistemen.

Kalau kita membuka literasi tradisi Sunda, akan banyak kita temukan kearifan perenial yang menekankan kita agar memiliki tiga bentuk kesadaran, yakni kesadaran ketuhanan (transendensi), kesadaran  kemanusiaan (humanisasi) dan kesadaran lingkungan (ekologi).

Pertauatan tiga bentuk kesadaran inilah yang akan mendorong terwujudnya semesta yang adil berkeadaban (sangkala) sekaligus pintu masuk untuk meraih kebahagiaan di alam niskala dan puncaknya  merengkuh keheningan bersama Sang Kuasa (jatiniskala).

Sumber-sumber sejarah menunjukkan adanya kepercayaan asli Sunda yang berlangsung lama dalam kehidupan masyarakat Sunda, baik sesudah maupun sebelum masa Pajajaran terbentuk. Naskah “Carita Parahiyangan” mendeskripsikan adanya kaum resi Sunda (Kaum Spiritual) yang menganut ageman asli Sunda (Nu ngawakan Jati Sunda).

Mereka mempunyai tempat kegiatan, atau semacam tempat suci yang bernama “Kabuyutan Parahyangan”, yaitu suatu hal yang tidak dikenal dalam agama lain, bahkan dibedakan dengan “Kabuyutan Lemah Dewasasana, yang dianggap sebagai pusat kegiatan keagamaan Budha. Naskah Carita Parahyangan menceritakan mengenai kepercayaan umum raja-raja Sunda-Galuh adalah Sewabakti Ring Batara Upati dan berorientasi kepada kepercayaan asli Sunda.

Sejak masa megalitikum dan neolitikum masyarakat di tanah Sunda sudah memiliki pemahaman tentang ghaib sebagai jiwa yang lepas dari raga manusia yang meninggal, namun tidak pergi jauh, berada di sekitar tempat tinggal sewaktu masih hidup, hanya sebagai roh yang gaib. Arwah leluhur diyakini dapat memancarkan kekuatan gaib yang berdampak baik maupun buruk, sangat tergantung kepada cara perlakuan manusia yang masih hidup terhadap arwahnya.

Agar arwah memancarkan kebaikan dan dapat mencegah kekuatan gaib yang bersifat buruk maka dilakukan acara acara ritual penghormatan. Penghormatan demikian sangat tergantung kepada masing-masing kelompok atau individu, karena sampai sekarang tidak diketahui, cara-cara ritual yang dilakukan pada masa lalu, kecuali dari upacara-upacara yang dilakukan masyarakat Baduy.

Pada periode selanjutnya di tanah Pasundan bersentuhan pula dengan budaya dari India, yang membawa agama Hindu dan Budha. Periode ini secara resmi dapat diketahui dari berdirinya kerajaan-kerajaan di Pasundan awal, seperti Salakanagara, Taruma Negara, dan Kendan. Sekalipun demikian, masyarakat asli masih banyak yang tetap menganut keyakinan yang dianut leluhurnya.

Keterangan tentang kukuhnya masyarakat pribumi terhadap keyakinan leluhurnya antara lain berdasarkan sejumlah keterangan. Pertama, berita Fashien, seorang pendeta Budha dari Cina yang terdampar di Tarumanagara pada tahun 413 M, selama lima bulan menetap di Yavadi (pulau Jawa). Fashien lebih banyak melihat Brahmana dari pada pendeta-pendeta Budha, bahkan menyebut masih banyaknya penduduk yang menganut agama nenek moyangnya. Kisahnya ditulis dalam buku yang berjudul Fa Kao Chi.

Kedua, pada masa pemerintahan Rajaresi, Raja Tarumanagara kedua (382 M), berupaya merubah cara keberagamaan masyarakat, dari agama nenek moyangnya menjadi agama yang dianut Rajaresi, namun tidak membuahkan hasil. Padahal Rajaresi mengajarkannya kepada para penghulu desa, dan mendatang kan para brahmana dari India, namun rakyat masih banyak yang tetap setia kepada ajaran leluhurnya.

Ketiga, naskah-naskah yang menempatkan hirarki Hiyang diatas panteon agama lainnya, seperti “Dasa Perbakti”, di dalam naskah Sanghiyang Siksa Kandang Karesian, Jatiraga dan Kawih Paningkes.

Jika saja ageman Sunda Wiwitan sebagaimana yang nampak dari anutan warga Baduy dikaitkan dengan peradaban megalitik, maka akan diketahui, bahwa prinsip warga Baduy percaya kepada satu yang kuasa, Batara Tunggal, pemilik karakteristik satu kekuasaan dan kekuatan yang tak tampak (Maha Gaib), tetapi berada di mana-mana, dan sangat bijaksana dan suci.

Istilah Batara di mungkinkan sebagai bentuk adaptasi dari bahasa keyakinan sesudahnya, tanpa merubah substansi atau maksud. Istilah Batara kemudian ditambahkan kepada Tunggal, sehingga menjadi BATARA TUNGGAL(Judistira K. Garna : 2006).

Penggunaan bahasa, seperti dalam menyebutkan nama BATA RA CIKAL digantikan dengan sebutan ADAM TUNGGAL, atau me nyisipkan kata Slam (maksudnya Islam) kedalam istilah islam wiwitan untuk sebutan agama Sunda Wiwitan (lihat Asep Kurnia dkk : 21010), hal ini dimungkinkan karena adaptifnya bahasa keyakinan urang Sunda Buhun terhadap isti lah-istilah yang digunakan pada jamannya, namun memiliki maksud dan substansi yang sama dengan paradigmanya, untuk menyebut pemilik adikodrati.

Begitupun jika kita berbicara mengenai salah satu kebesaran dan warisan budaya Sunda khususnya dari Tanah Pajajaran yang erat kaitannya dengan Sribaduga Maharaja Prabu  Siliwangi dimana beliau begitu banyak memberikan pengaruh pada tatanan berbudaya,beragama,dan bernegara bagi pewaris bangsa khususnya ditanah Sunda.

Prabu Siliwangi bergelar Sri Baduga Maharaja. Dia memerintah Pajajaran sekitar tahun 1482-1521. Siliwangi dikenal sebagai raja yang mencintai rakyatnya. Dia meminta agar pajak hasil bumi tidak memberatkan rakyat. Dia juga mengatur pemerintahan dengan cukup baik sehingga Pajajaran disegani. Kekuasan Siliwangi dan Pajajaran meredup seiring dengan masuknya Islam ke Nusantara. Bahkan keluarga dan anaknya pun masuk Islam.

Tetapi di sini ada sebuah pesan dari Sribaduga Maharaja Prabu siliwangi menjelang kemangkatan dan misteri makam dan pusara beliau, dengan berkata: “Kembali ke Jatiniskala adalah cita-cita orang dahulu yang saleh, sehingga kematianpun disebut ngahyang, dari ada menjadi ghaib, atma menuju tempat bersemayamnya Hyang. Peristiwa ngahiyang ada dua cara.

Pertama, atma manusia menuju alam kelanggengan namun jasadnya masih tetap didunia. Kedua, jiwa dan raganya lenyap, ngahiyang atau tilem. Karena manusia meminjam jasad dari yang berhak (atau yg memiliki). Seperti jika manusia meminjam barang maka harus dikembalikan seluruhnya kepada pemiliknya, termasuk raganya. dan ngahiyang dapat terjadi jika manusia semasa hidupnya dapat menghindarkan semua perbuatan buruk.”

Di sini dapat ditemukan bahwa makna dari Innalillahi wa inna illaihi Rojiun, Segala sesuatu yg berasal dari Allah (Yang Berhak) akan kembali kepada Allah (Yang Berhak) telah dipahami oleh Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi.

Ada kaitan pelajaran tasawuf bahwa dalam ajaran tanah Sunda sudah mengenal ketuhanan dan memaknai akan keberadaan Yang Maha Esa atau tunggal dan juga Yang Maha berhak atau memiliki kehidupan.Atma disini dapat berarti Ruh yang berasal dari keabadian.

Dengan kata lain, kebahagiaan niskala dan jatiniskala hanya dapat dilakukan ketika seseorang mampu merasukan rasaning eling dalam kehidupan sangkala. Semacam ingatan abadi terhadap asal usul, dalam spiritualisme Jawa eling sangkan paraning dumadi. Sebentuk eling yang akan menjadi haluan pembebasan/liberasi dari segala bentuk potensi yang dapat menistakan harkat kemanusiaan.

Ingatan seperti ini akan membuat seseorang (suatu bangsa) menjalani hidup dengan penuh pertimbangan, memiliki skala prioritas, tidak terjebak dalam ungkapan cul dog dog tinggal igel, moro juang ngalepaskeun peusing. Eling yang dijangkarkan kepada akar spiritual: Dzat Yang Maha Eling. Apakah Mungkin Sang Sribaduga Maharaja Prabu Siliwangi adalah seorang Muslim dan sudah menjadi Muslim sebelum wafat? Wallahu a’lam bish showab.

← Situs Cibalay sebagai Warisan Peradaban Megalitikum Tertua di DuniaBudayawan Bogor Bumikan “Pabaru” Sunda →

You May Also Like

Lebih Dekat dengan Suku Dayak Bumi Segandu, Losarang, Indramayu (Bagian 2-Habis)

27 December 2020 0

Bulan Haul Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani Ditutup Pembagian Ratusan Paket Sembako

27 December 2020 0

Karya Langka Ulama Besar Bogor Mengguncang Dunia

4 January 2021 0

WISATA

Wisata

Wisata Budaya? Yuk, Sambangi Situs Kuno Calobak di Punggungan Gunung Salak

16 December 2020  admin

Wisata Budaya? Yuk, Sambangi Situs Kuno Calobak di Punggungan Gunung Salak Kabupaten Bogor adalah surganya cagar budaya. Ungkapan tersebut ada

Berkunjung ke Bogor? Yuk, Nikmati Sensasi Lezatnya Laksa Pak Inin

16 December 2020

TG: 125×125 Ads

About Us

Serambi Nusantara love Indonesia sejarah dan kebudayaan nusantara

Useful Links

Perbaikan Data

Contact

Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor 16310

Tlp/WA : 085693430009 (Rusmana)

Email: info@serambinusantara.com

Tinggalkan komentar

Atlantis in the Java Sea

A scientific effort to match Plato’s narrative location for Atlantis

Sembrani

Membahas ISU-ISU Penting bagi Anak Bangsa, Berbagi Ide, dan Saling Cinta

Wirdahanum

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

aawanto

The greatest WordPress.com site in all the land!

Covert Geopolitics

Beyond the Smoke & Mirrors

Catatan Harta Amanah Soekarno

as good as possible for as many as possible

Modesty - Women Terrace

My Mind in Words and Pictures

Kanzunqalam's Blog

AKAL tanpa WAHYU, akan berbuah, IMAN tanpa ILMU

Cahayapelangi

Cakrawala, menapaki kehidupan nusantara & dunia

religiku

hacking the religion

SANGKAN PARANING DUMADI

Just another WordPress.com site

WordPress.com

WordPress.com is the best place for your personal blog or business site.