Joko Widodo Keturunan Kyai Abdul Jalal I (pertama) Sang Penakluk Jogo Paten
Alas jogo paten yang ditaklukan Kyai Abdul Jalal I sehingga dukuh kaliyoso jogo paten yang kemudian jadi tanah perdikan yang diberikan oleh Sunan Pakubuwono IV sebagai Raja Keraton Kaumanan Surakarta Hadiningrat kepada Kyai Jalal I. Jika diurut silsilah keluarga besar Joko Widodo Calon Presiden RI 2014-2019 adalah keturunan Kyai Abdul Jalal I (khusus garis dari ayahnya Notomihardjo). Selain itu Kyai Abdul Jalal I juga pendukung Pangeran Diponegoro dan penyebar agama Islam di Indonesia.
Sumber untuk ini bisa dilihat di http/www.kaskus.co.id/thread/ 000000000000000016097756/silsilah-jokowi-sampai-kepada-syekh-maulana-maghribi dan www.jakartabagus.com/read/2012/08/22/6196/joko-widodo-keturunan-pengawal-pangeran diponegoro.
Mizan menerbitkan buku Kyai Abdul Jalal I Sang Penakluk Jogo Paten (menapak jejak leluhur Joko Widodo), di buku ini gamblang dibahas sepak terjang Kyai Abdul Jalal I dan silsilah keturunannya.
Lebih menarik di buku ini, jika silsilah Kyai Abdul Jalal I ditarik ke atas akan ketemu di tahun 1300-an yang paling atas adalah Syekh Maulana Maghribi penyebar Islam di Jawa yang dianggap sebagai gurunya Wali Songo. Putranya bernama Jaka Tarub punya mantu Lembu Peteng keturunan Brawijaya V.
Berikutnya di silsilah ada nama Maulana Ahmad Jumadil Kubro dengan Nyai Wandan Kuning lalu Raden Pandanaran, Kyai Ageng Pangeran Manduroredjo (yang menjadi Patih Sultan Agung Mataram), lalu ke Mas Tumenggung Kartonagoro (Bupati Grobogan kala itu).
Sungguh picik jika ada yang memanipulasi keturunan Joko Widodo adalah keturunan Cina, padahal ibunya, Sujiatmi adalah seorang yang sholeha. Dan sampai saat ini Pesantren Abdul Jalal I Kaliyoso adalah buyut seorang Joko Widodo (dari Bapaknya).
Masjid Kaliyoso yang didirikan pada tahun 1790 adalah peninggalan Kyai Abdul Jalal I, dan masjid tersebut pada eranya termasuk pusat pengembangan Islam.
Silsilah Joko Widodo
Sampai tahun 1980-an Masjid Kaliyoso masih menjadi tempat sakral Islam khususnya khalayak Nahdatul Ulama. Mudah-mudahan fakta ini menjadi jawaban mengenai “ke-Islaman” Joko Widodo dan secara silsilah jelas.
Menjadi ironi jika isu Jokowi turunan Cina yang disebar luaskan oleh pihak Prabowo Subianto (PS), baik simpatisan maupun pihak lainnya. Justru fakta keluarga dari PS hanya dia sendiri yang Muslim, sedangkan tiga saudara lainnya mengikuti agama ibunya (Kristen). Kampanye seperti itu bak menepuk air di dulang terpercik muka sendiri, Jokowi yang diisukan Cina dan Islam abangan ternyata berasal dari keluarga yang soleh. Bahkan buyutnya (lihat silsilah) adalah tokoh-tokoh penyebar agama Islam.
Apapun agamanya seharusnya tidak jadi persoalan namun konvensi dari persyaratan RI-1, Presiden diharuskan dari kalangan Muslim (mayoritas) sehingga isu agama menjadi sangat sensitif dan seksi untuk kampanye hitam.
http://hopetojokowi.blogspot.com/2014/06/joko-widodo-keturunan-kyai-abdul-jalal_13.html
Kyai Abdul Jalal Penguasa Kaliyoso
Jenis Kelamin: | Laki-laki |
---|---|
Lahir: | diperkirakan sebelum 1927 |
Keluarga Dekat: | Anak laki-laki dari Kyai Nitimanggolo Ayah dari Kyai Abd Jalal II |
Ditambah oleh: | Kusrahadi SayidSulistyo, 14 November 2011 |
Dikelola oleh: | Kusrahadi SayidSulistyo |
Tentang
‘Kyai Abdul Jalal adalah Pendiri Tanah Perdikan Kaliyoso
Beliau Masih keturunan dari Ki Ageng Wonosobo ( Cucu raja Brawijaya V )
Sejarah Singkat Kaliyoso Jogopaten
Terletak disebelah utara kota Solo berjarak kurang lebih 15 Km terdapat sebuah dusun yang konon pada masa lalu menjadi salah satu pusat penyebaran agama Islam. Tersebutlah sebuah tempat yang bernama Kaliyosojogopaten, atau dikenal hanya dengan sebutan Kaliyoso. Secara geografis, dusun Kaliyoso berada disebelah utara sungai (kali) cemoro. Kawasan ini masuk dalam desa Jetis Karangpung, kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen. Bagaimanakan wilayah ini pertama kali dibuka menjadi sebuah pemukiman dan menjadi pusat penyebaran agama Islam, yang awal mulanya merupakan sebuah hutan lebat ?.
Pada kurun waktu dua setengah abad yang silam, dusun kaliyoso yang terletak kurang lebih 12 Km sebelah utara kota Solo itu bernama “Alas Jogopaten” (bca: hutan Jogopaten). Dari beberapa sumber, sejarah kaliyoso dimulai dari seorang bernama Bagus Turmudi yang sejak kecil ikut kakeknya yang bernama Kyai Abdul Djalal (wafat dan dimakamkan di Pedan, Klaten). Bagus Turmudi ini kemudian hari terkenal dengan nama Kyai Abdul Djalal 1.
Setelah umurnya beranjak dewasa, Bagus Turmudi (Kyai Abdul Djalal 1) terus menambah dan memperdalam ilmu agamanya ke beberapa pesantren, diantaranya ke pesantren di daerah Surabaya, Semarang, dan akhirnya ke Pesantren Kyai Mojo, Baderan, seorang Kyai yang juga merupakan penasehat Pangeran Diponegoro. Di Pesantren itu pula beliau diambil menantu oleh salah seorang gurunya yang bernama Kyai Jumal Korib.
Pada perjalanan selanjutnya, untuk menyebarluaskan ilmu yang telah dipelajarinya, Ia diperintahkan oleh Guru yang sekaligus mertuanya untuk pergi ke suatu tempat di sebelah utara Surakarta dengan disertai rombongan beberapa teman.
Munajat Diatas Watu Soye
Perjalanan rombongan dimulai dari Mojo, Baderan melalui Surakarta, menyusuri Bengawan Solo terus ke arah timur, sesampai dipertemuan kali cemoro dengan bengawan solo kemudian perjalanan diteruskan ke arah barat menyusuri Kali Cemoro. Sesampainya di suatu tempat yang bernama “Watu Soye”, Kyai Abdul Djalal 1 beserta rombongan berdiam beberapa lamanya disana. Dan konon, di atas Watu Soye atau Watu Suci yang sangat besar yang terletak di tengah-tengah sungai cemoro itu (sampai sekarang masih dapat disaksikan keberadaannya dengan bekas tapak kaki Kyai Abdul Djalal 1) Beliau sering melakukan Sholat dan Munajat kepada Allah Ta’ala.
Pada suatu saat, ketika bermunajat kepada Allah swt, Beliau mendapat ilham agar melanjutkan perjalanan kesuatu tempat yang bernama “Grasak”. Setelah meninggalkan Watu Soye menuju barat, akhirnya Kyai Abdul Djalal 1 dalam keprihatinannya mendapatkan ilham dari Allah, bahwa disitulah tempat sebenarnya yang dituju (sebelah selatan dari Masjid Kaliyosojogopaten sekarang).
Ditempat inilah Beliau mulai melakukan rialat, sholat, puasa dan amalan-amalan lainya dengan harapan agar dalam membuka hutan grasak (alas jogopaten) dapat dilakukan dengan mudah dan selamat atas pertolongan Allah. Karena, konon katanya, di dalam hutan jogopaten inilah pusatnya para jin dan makhluk halus lainya, sehingga “Jogopaten” itupun menurut cerita berasal dari kata “Jogo Pati” atau berjaga-jaga untuk bersedia mati bila berani memasuki hutan tersebut..
Setelah berhasil menerobos kedalam hutan dan membersihkannya, Beliau pertama kali mendirikan sebuah rumah,disusul dengan mendirikan sebuah surau (langgar) dan tempat mengajar agama Islam (Pondok Pesantren). Lambat laun tempat itu menjadi ramai dengan kehadiran orang-orang yang ingin mencari ilmu (baca: nyantri). Disamping itu, beberapa orang keluarga Kyai Abdul Djalal 1 dan juga dari keluarga pengikutnya menyusul pula pindah ke tempat itu.
Asal Mula Nama “Kaliyoso”
Pada sekitar tahun 1788 M, pada saat Surakarta Hadiningrat diperintah oleh Paku Buwana IV yang dikenal dengan sebutan Sinuhun Bagus, Sang Permaisuri Raja yang bertahtakan di Karaton Surakarta Hadiningrat itu sedang mengandung dan menginginkan (baca: ngidam) merasakan daging kijang. Untuk menuruti keinginan sang Permaisuri, PB IV beserta beberapa pejabat keraton pergi berburu ke hutan Krendowahono yang terletak di sebelah selatan hutan Jogopaten. Namun sayang, belum sempat mereka mendapatkan buruan kijang, secara gaib tiba-tiba saja PB IV hilang tanpa bekas, sehingga para pengikutnya menjadi gusar semua. Berhari-hari mereka mencari PB IV ke segenap penjuru hutan itu, namun sia-sia belaka. Sehingga pada suatu hari ada seorang penduduk disitu memberi petunjuk, bahwa diutara sungai ada seorang Kyai yang mungkin dapat dimintai pertolongannya untuk menemukan PB IV yang telah hilang.
Syahdan, setelah Kyai Yang tidak lain adalah Kyai Abdul Djalal 1 tadi dapat ditemui para pejabat keraton, beliau menyanggupi untuk membantu, akan tetapi bukan beliau sendiri yang akan mencari PB IV, tugas yang sangat berat itu dipercayakan pada seorang keponakannya yang bernama Bagus Murtojo (baca: Murtolo / Murtadlo). Benar juga, Bagus Murtojo atau lebih dikenal sekarang dengan nama Kyai Muhammad Qorib (makam diselatan kali cemoro) dapat menemukan sinuhun PB IV dalam waktu yang sangat singkat yang selanjutnya dapat meninggalkan tempat yang angker itu dan pulang kembali ke Karaton Surakarta.
Pada suatu ketika, PB IV menemui Kyai Abdul Djalal 1 di kediamannya guna menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan yang pernah dilakukan dalam usaha menemukan kembali dirinya (PB IV). Pada saat itulah PB IV dihadapan Kyai Abdul Djalal 1 terlontar kata-katanya : “Tempat ini sekarang saya namai Kaliyoso”. Demikianlah asal mula nama Kaliyoso, sedang apa maksud dan arti sebenarnya, hingga sekarang belum dapat diketahui secara pasti. Disamping memberikan nama Kaliyoso, PB IV juga memberikan tanah perdikan secukupnya untuk tempat mengembangkan ajaran agama islam. Beliau juga berkenan memberikan kenang-kenangan berupa sebuah mimbar dan pintu masjid serta benda-benda pusaka keraton berupa tombak dan keris, salah satu diantaranya adalah tombak “Kyai Ronda”. Kesemuanya itu dapat disaksikan keberadaannya sampai sekarang di Masjid Jami’ Kaliyosojogopaten.
Adapun Bagus Murtojo / Kyai Muhammad Qorib sendiri diambil atau diakui sebagai saudara angkat PB IV. Setelah Kyai Abdul Djalal 1 wafat, kedudukan sebagai pemimpin agama di Kaliyoso digantikan berturut-turut oleh Kyai Abdul Djalal 2, 3, dan 4 serta seterusnya serta pada anak turun Kyai Abdul Djalal meskipun namanya tidak nunggak semi dengan Kyai Abdul Djalal.
Ho…ho…..hoo….
Seluruh Pemimpin Tertinggi di Indonesia ( Presiden ) merupakan dzuriyat Rasulullah Muhammad SAW, dari ayah ataupun ibunya Sang Presiden, berdasarkan perjanjian Syekh Subakir dan Ki Semar,