3 Komentar

Debat atas Catatan Pak Dr.Awang Satyana ttg Kontroversi Atlantis Nusantara

Catatan Pak Awang :” Peradaban tinggi Indonesia tidak harus dikaitkan dengan Atlantis Plato” monggo disimak semoga bermanfaat…

Peradaban tinggi Indonesia pada masa lalu, bila ada, tak harus dikaitkan dengan legenda Atlantis. Atlantis sampai sekarang pun masih belum jelas fakta atau fiksi. Bangunan prasejarah seperti Gunung Padang adalah sebuah fakta, jangan mengaitkannya dengan Atlantis yang belum jelas. Dan bila Atlantis yang dimaksud adalah seperti yang dimaksud oleh Arysio Santos, yang mengatakan bahwa Indonesia, Sundaland itu adalah Atlantis, maka saya mempunyai keberatan2 terutama geologi atas tesis Santos ini. Tesis-tesis yang diajukan Prof. Santos dalam bukunya “Atlantis : the Lost Continent Finally Found” (2005) tidak mempunyai bukti dan argumentasi geologi. Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam pada 15.000 – 11.000 tahun yang lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan iklim, bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang.

Tidak ada bukti letusan supervolcano Krakatau pada 11.600 tahun yang lalu.
Letusan tertua Krakatau yang dapat diidentifikasi adalah pada tahun 460 AD. Gempa, erupsi volkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen dan air laut pada dasar samudera, tetapi akibat interaksi lempeng-lempeng tektonik. Migrasi manusia Indonesia (Sundaland) ke luar setelah penenggelaman Sundaland, bertolak belakang dengan bukti-bukti penelitian migrasi manusia modern secara biomolekuler.

Karena mekanisme-mekanisme geologi yang diajukan Prof. Santos tidak mempunyai nalar geologi yang benar, maka sangat diragukan bahwa Indonesia (Sundaland) merupakan benua Atlantis. Berikut adalah beberapa antitesis yang saya kemukakan sebagai keberatan2 atas hipotesis Prof. Santos bahwa Indonesia adalah Atlantis.

Prof. Arysio Santos (AS) : Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang
berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).

Awang H. Satyana (AHS) : Atlantis berasal dari bahasa Yunani : Ἀτλαντὶς νῆσος, “island of Atlas”

AS : Lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu (9600 BC) itu adalah di Indonesia dan Laut Cina Selatan (tepatnya Sundaland). Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang)
sebagai pusatnya.

AHS : India, Srilangka, Laut Cina Selatan dan Indonesia Timur bukan bagian
Sundaland. Laut Cina Selatan bukan paparan benua yang tenggelam.

AS : Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistosen) .

AHS : Atlantis sank into the ocean “in a single day and night of misfortune”.
(Plato, 360 BC : Timaeus & Critias), bukan gradual akibat deglasiasi.

AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

AHS : Supervolcano Toba meletus pada 74.000 tahun yang lalu, jauh lebih awal daripada masa Atlantis 11.600 tyl. Tidak ada bukti bahwa Krakatau pernah meletus pada 11.600 tyl.

AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

AHS : Letusan supervolcano lebih mungkin menyebabkan musim dingin karena abu volkanik menutupi atmosfer menghalangi sinar Matahari (Tambora 1815 : a year without a summer), bukan mencairkan es.

AS : Pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan
lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat.

AHS : Gempa tidak disebabkan beban sedimen dan air pada dasar samudera, bila begitu maka pusat-pusat gempa akan memenuhi seluruh samudera. Gempa disebabkan patahan batuan pada wilayah interaksi lempeng.

AS : Ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.

AHS : Studi detail masalah late glacial & postglacial sea level rise untuk
Sundaland menggunakan isotop oksigen-18 menunjukkan bahwa penenggelaman Sundaland oleh naiknya muka laut terjadi pada periode antara 13.000 – 14.000 tahun BP.

AS : Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke
udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian
besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) . Abu ini kemudian turun dan
menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai
akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut. Gletser di kutub
Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang
rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang
menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

AHS : Fly ash berasal dari erupsi supervolcano akan menyebabkan musim dingin volkanik, sinar Matahari tak akan mencapai permukaan Bumi. Tidak ada es yang mencair. Studi detail glasiasi dan post-glasial menunjukkan maksimum air laut naik 16 m selama 300 tahun dari 14.600-14.300 tyl oleh proses perubahan iklim.

AS : Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik
setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar
dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika. Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.

AHS : Penelitian biomolekuler DNA menunjukkan arus migrasi bukan dari Sundaland ke luar, tetapi dari luar menuju Sundaland.
Kemarin jam 0:05 · Batal Suka · 3

Like ·  · Follow Post · September 14 at 8:44am

    • Mansoer Hidayat sangat setuju…sejarah Nusantara tidak harus dikaitkan dengan peradaban lainnya….
      September 14 at 9:02am · Like · 1
    • LQ Hendrawan

      mengenai persoalan “atlantis”… setuju atau tidak setuju dalam bidang ilmu pengetahuan adalah “sah” bahkan membuat dunia ilmu pengetahuan itu menjadi tetap hidup… artinya, tesis dan antitesis kelak dapat melahirkan sebuah sintesis yg sal

      ing mengisi bahkan saling menyempurnakan… maka dari itu tidak boleh ada “sinisme” antar bidang ilmu… :)*…boleh jadi memang masih terlalu dini untuk menetapkan bahwa musnahnya BUANA NYUNGCUNG DI BUANA PANCA-TENGAH” (atlantis) adalah akibat letusan Krakatau… :)lintas argumen antar bidang ilmu (berdasar pd ‘bukti’ seperti yg dilakukan kang Awang) akan sangat berguna bagi kehidupan manusia yg akan datang… jadi mari kita sama-sama gali & pahami “sejarah para leluhur bangsa kita” untuk diwariskan kpd generasi yg akan datang… agar mereka bangga menjadi bangsa Indonesia.

      tabe pun _/|\_ rahayu sagung dumadi

      September 14 at 9:19am · Edited · Unlike · 5
    • Dodi Kusmajadi

      Saya ingin sedikit berkomentar. Jika tidak salah, penelitian biomolekul dna Stephen Oppenheimer sendiri menyatakan migrasi penduduk dunia khususnya di Sundaland terjadi dua arah. Yakni, sblm letusan Toba, migrasi terjadi dr Afrika menuju Su

      ndaland. Namun stlh letusan Toba disebutkan bahwa migrasi terjadi dr arah Sundaland menyebar ke seluruh dunia. Sebab sebagian besar manusia moderen waktu itu musnah, khususnya di sebelah barat sundaland. Temuan ini sptnya sama dg temuan Prof Santos. Sy sdr belum secara pasti dpt menyatakan bahwa Sundaland yg kaya genetis dan kebudayaan ini adalah Antlantis. Namun yang jelas menurut Oppenheimer Sundaland adalah salah satu pusat awal kebudayaan dunia. Teknologi perahu misalnya datang dr kawasan yg kini disebut sbg nusantara. Domestikasi ayam dan hewan hutan lainnya pun berasal dr kawasan ini. Wallohu alam bis sawab.
      September 14 at 10:32am via mobile · Like · 4
    • Ummy Latifah Haturnuhun komentarnya untuk kang Dodi Kusmajadi yang masih bertugas di Malaysia sebagai kontributor tv one setuju dengan kang LQ Hendrawan lintas ilmu diperlukan untuk mengali kebesaran sejarah bangsa ini…mangga Pak Awang Satyanabisa sharing bersama di share pak awang ini….
      September 14 at 8:02pm · Edited · Unlike · 1
    • Awang Satyana

      Pengetahuan orang2 tentang karya penelitian Oppenheimer meningkat setelah PT Ufuk menerjemahkan bukunya yang kontroversial, Eden in the East (1998), diterbitkan terjemahannya pada 2010. Ini melengkapi penerjemahan buku kontroversi lainnya,

      karya Santos, tentang Atlantis (2005) yang diterbitkan penerjemahannya pada 2009. Berbekal terjemahan buku Atlantis Santos dan Sundaland Oppenheimer, lengkaplah banyak orang gandrung dan bangga bahwa Indonesia ternyata Atlantis yang hilang itu. PT Ufuk mengundang saya membedah buku Atlantis tak masalah saya bilang kepada mereka bahwa tesis2 Santos lemah dan tak nalar menyebut Indonesia atau Sundaland sebagai Atlantis. Saya membedahnya secara geologi sebab Santos menggunakan geologi sebagai argumen bahwa Sundaland adalah Atlantis. Maaf saja, walaupun Santos seorang gurubesar, tetapi ia gurubesar teknik nuklir, dan tak nalar saat menerangkan geologi. Siapa pun bisa nalar menerangkan geologi, tak perlu seorang geologist, selama ia mengikuti kaidah2 geologi. Santos pintar mendongeng, tetapi maaf tidak bernalar saat menganalisis geologi. Tentang Oppenheimer, ia memang seorang ahli genetika dan penulis yang pintar, juga gemar membuat hal2 kontroversial. Tesis Oppenheimer bahwa Sundaland adalah pusat genetika dunia, sudah dikoreksinya dalam bukunya yang lebih baru, Out of Eden (2004). Sayangnya buku ini tak diterjemahkan oleh Ufuk sebab bila diterjemahkan mungkin akan melemahkan buku Eden in the East yang terlanjur digandrungi di Indonesia. Dalam buku barunya itu, coba dilihat peta jalur migrasi yang ada di buku itu sebelum Prolog. Akan nampak secara gamblang bahwa Sundaland hanyalah sebuah perlintasan migrasi, bukan asal migrasi. Hubungan dengan Krakatau eruption, nanti akan saya jelaskan langsung di kelas malam di Pulau Samosir. Tunggu saja waktunya atau ceritanya. Lihat bagian detailnya, lihat bagian besarnya, agar kita tak salah menilai. Saya akan menulis khusus tentang perdebatan atas Oppenheimer (1998).
      September 15 at 2:17am · Unlike · 6
    • Awang Satyana Maaf, koreksi, maksudnya hubungan dengan letusan Toba 74.000 tahun yl dan migrasi manusia, bukan dengan hubungan letusan Krakatau.
      September 15 at 2:39am · Like · 2
    • Anwar Hidayat ‎Awang Satyana: Saya Setuju dengan Pak Awang. Penjelasan berikutnya kami tunggu…
    • Danny Hilman Natawidjaja

      Terlepas dari keyakinan Atlantis, alasan yang dikemukakan oleh Pak Awang untuk membantah hipotesis Pak Santos (alm) banyak yang tidak kena. Antara lain: 1.Tidak ada bukti letusan krakatau sekitar 11.600 BP BUKAN berarti tidak ada – karena

      memang belum diteliti; boleh jadi letusan yang di Abad 5-6 (Ronggowarsito) adalah letusan berikutnya, dengan bekas kaldera yang menghubungkan P. Sertung, Panjang, dan Rakata, bukan yang lebih besar yang memecah P.Jawa dan Sumatra, 2. Air bah yang dikatakan menenggelamkan Atlantis dalam semalam boleh jadi “tsunami” yang terjadi dan surut lagi dalam beberapa hari-minggu-bulan (sehingga “spike” kenaikkan air laut ini tidak akan terekam dalam data geologi), sedangkan kenaikkan muka air laut akibat mencairnya es itu fungsinya hanya menenggelamkan sisa peradaban secara ‘permanen’ sampai sekarang. dst dsb… Fakta yang mendukung Santos kelihatannya malah lebih banyak. Salah satunya adalah penelitian Oppenheimer dan para mahasiswa S3-nya bahwa migrasi manusia berdasarkan DNA dalam perioda 16.000 – 8.000 BP dari Indonesia ke luar, bukan sebaliknya. Memang benar ada gerakan migrasi dari Asia ke Indonesia skitar 3000 thn BP tapi ini bisa dianggap gerakan pulang kampung 🙂
      Saturday at 10:27am · Unlike · 7
    • Awang Satyana

      Saya baru tahu kalau ada fakta2 yang mendukung hipotesis Santos. Saya mempelajari buku Santos sebelum buku ini diterjemahkan di Indonesia dan menjadi heboh. Dan saya tak pernah menemukan satu pun fakta yang mendukungnya. Apakah benar bahwa

      gunung Meru di India, Mahameru di Jawa Timur, Toba di Sumatra, dan Krakatau di Selat Sunda pernah meletus bersamaan pada 11.600 tahun yang lalu yang menenggelamkan Sundaland? Itu ditulis Santos, tetapi tak ada buktinya, hanya dongeng. Tak ada bukti memang bisa saja belum ditemukan, tetapi sejauh data yang kita punya, tak ada bukti kejadian itu, dan bila kita menganggapnya ada juga suatu jump to conclusion. Sejauh data yang kita punya, Krakatau meletus paling tua saat 416 M, dan mungkin itu yang terrtulis di buku Ronggowarsito, juga yang mungkin berpengaruh ke kerajaan2 awal di Jawa Barat. Sebagai ilmuwan, tentu Pak Danny Hilman Natawidjaja juga paham bahwa letusan volkanik itu lebih menyebabkan musim dingin, volcanic winter, dibandingkan menyebabkan deglasiasi seperti yang dibilang Santos. Kita punya buktinya saat terjadi letusan Tambora 1815 atau Toba 74.000 tahun yang lalu. Pecahnya Jawa dan Sumatra bukan oleh letusan gunungapi, coba cek paleomagnetisme Jawa dan Sumatra, mereka telah berpisah dari Miosen Tengah. Lihat publikasi dari Hanebuth et al, 2000, Rapid flooding of the Sunda shelf: a late glacial sea level record, Science v. 288, no. 5468, p. 1033-1055; juga Hanebuth & Stattegger, 2004, Depositional sequences on a late Pleistocene-Holocene tropical siliciclastic shelf, Journal of Asian Earth Science, v. 23, p. 113-126. Di kedua artikel itu disebutkan bahwa berdasarkan isotop oksigen 18 dari sampel core sedimen diketahui bahwa penenggelaman pertama Sundaland yang cukup penting terjadi pada 14.000-15.000 tahun yang lalu. Antara 14.600-14.300 tahun yl air laut naik 16 meter, dalam 300 tahun, berarti 5 cm/tahun. Itulah kenaikan laut tercepat yang menenggelamkan Sundaland. Ada kenaikan lagi antara 12.000-11.000 tahun yang lalu, mungkin angka Santos 11.600 tahun yang lalu ada di sini, tetapi minor, apalagi terjadi semalam seperti cerita Atlantis Plato. Saya tak menemukan satu pun tesis Santos didukung oleh geologi yang saya ketahui.
      Saturday at 12:30pm · Unlike · 3
    • Danny Hilman Natawidjaja

      Buku Santos itu detil-detilnya emang banyak yang kacau danbahasan geologinya banyak yang salah. Terus capek juga bacanya karena susunannya juga agak semrawut dan banyak hal yang diulang-ulang. Mungkin karena dia udah keburu alm sebelum se

      mpat membukukan ide-idenya itu. Tapi IDE/ALASAN DASARNYA kenapa dia menuduh Indonesia sebagai Atlantis menurut saya OKAY. Bukti geologi mungkin belum ada, tapi syarat kondisi geologi dan geografinya cukup terpenuhi. Ttg Krakatau Purba, si Ken Wohletz menghipotesiskan bahwa pinggir kalderanya melintas P.Krakatau sekarang-Sibesi-Rajabasa-Sangiang-Anyer (berdiameter 48km), dan saya lihat bathy-toponya memang masuk akal. Menurut saya ini kayanya bukan kaldera yang 412 AD itu tapi yang lebih tua lagi. Tentu saja jadi “ngotot banget’ kalo tanpa data-penelitian Santos langsung menghubungkan kaldera rakasasa itu dengan letusan gunung api yang menghancurkan Atlantis meskipun tidak mustahil dia benar. Terimakasih info referensi-nya Pak Awang.
      Saturday at 10:26pm · Like · 2
    • Awang Satyana

      Saya pikir saya saja yang cape baca buku Santos itu…Sebagai pendongeng, Santos pintar mendongeng, tetapi saya tak menemukan sepenggal data pun di bukunya. Saya berangkat membacanya dengan menganggapnya sebagai buku ilmiah, yang mestinya p

      enuh data dan analisisnya, ternyata buku Santos bukan berkriteria itu. Membaca mekanisme2 geologi yang diajukannya, membuat saya geleng2 kepala. Tak nalar dan tak ada buktinya. Saya lebih mudah menerima kalau Atlantis itu ada adalah di sekitar Laut Tengah, bukan di Indonesia. Mekanisme geologi yang pernah diajukan para pembelanya masuk akal. Maka saya juga bilang peradaban tinggi prehistori Indonesia, kalau ada, jangan lantas dikaitkan dengan ide Atlantis, itu membuat lemah ide yang semula mungkin kuat. Pendapat Ken Wohletz mari kita elaborasi lagi nanti.
      Yesterday at 12:54am · Like · 4
    • Anwar Hidayat Kisah Atlantis dikaitkan dengan dunia arkeologi bahkan geologi, mungkin kebalikan dari teori relativitas einstein dengan kisah mesin waktu…..pasti sangat menarik dan banyak penggemarnya……

Peradaban tinggi Indonesia pada masa lalu, bila ada, tak harus dikaitkan dengan legenda Atlantis. Atlantis sampai sekarang pun masih belum jelas fakta atau fiksi. Bangunan prasejarah seperti Gunung Padang adalah sebuah fakta, jangan mengaitkannya dengan Atlantis yang belum jelas. Dan bila Atlantis yang dimaksud adalah seperti yang dimaksud oleh Arysio Santos, yang mengatakan bahwa Indonesia, Sundaland itu adalah Atlantis, maka saya mempunyai keberatan2 terutama geologi atas tesis Santos ini. Tesis-tesis yang diajukan Prof. Santos dalam bukunya “Atlantis : the Lost Continent Finally Found” (2005) tidak mempunyai bukti dan argumentasi geologi. Sundaland adalah paparan benua stabil yang tenggelam pada 15.000 – 11.000 tahun yang lalu oleh proses deglasiasi akibat siklus perubahan iklim, bukan oleh erupsi volkanik. Erupsi supervolcano justru akan menyebabkan musim dingin dalam jangka panjang.

Tidak ada bukti letusan supervolcano Krakatau pada 11.600 tahun yang lalu.
Letusan tertua Krakatau yang dapat diidentifikasi adalah pada tahun 460 AD. Gempa, erupsi volkanik dan tsunami tidak pernah disebabkan beban sedimen dan air laut pada dasar samudera, tetapi akibat interaksi lempeng-lempeng tektonik. Migrasi manusia Indonesia (Sundaland) ke luar setelah penenggelaman Sundaland, bertolak belakang dengan bukti-bukti penelitian migrasi manusia modern secara biomolekuler.

Karena mekanisme-mekanisme geologi yang diajukan Prof. Santos tidak mempunyai nalar geologi yang benar, maka sangat diragukan bahwa Indonesia (Sundaland) merupakan benua Atlantis. Berikut adalah beberapa antitesis yang saya kemukakan sebagai keberatan2 atas hipotesis Prof. Santos bahwa Indonesia adalah Atlantis.

Prof. Arysio Santos (AS) : Atlantis berasal dari bahasa Sanskrit Atala, yang
berarti surga atau menara peninjauan (watch tower), Atalaia (Potugis), Atalaya (Spanyol).

Awang H. Satyana (AHS) : Atlantis berasal dari bahasa Yunani : Ἀτλαντὶς νῆσος, “island of Atlas”

AS : Lokasi Atlantis yang hilang sejak kira-kira 11.600 tahun yang lalu (9600 BC) itu adalah di Indonesia dan Laut Cina Selatan (tepatnya Sundaland). Atlantis merupakan benua yang membentang dari bagian selatan India, Sri Lanka, Sumatra, Jawa, Kalimantan, terus ke arah timur dengan Indonesia (yang sekarang)
sebagai pusatnya.

AHS : India, Srilangka, Laut Cina Selatan dan Indonesia Timur bukan bagian
Sundaland. Laut Cina Selatan bukan paparan benua yang tenggelam.

AS : Teori Plato menerangkan bahwa Atlantis merupakan benua yang hilang akibat letusan gunung berapi yang secara bersamaan meletus. Pada masa itu sebagian besar bagian dunia masih diliput oleh lapisan-lapisan es (era Pleistosen) .

AHS : Atlantis sank into the ocean “in a single day and night of misfortune”.
(Plato, 360 BC : Timaeus & Critias), bukan gradual akibat deglasiasi.

AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

AHS : Supervolcano Toba meletus pada 74.000 tahun yang lalu, jauh lebih awal daripada masa Atlantis 11.600 tyl. Tidak ada bukti bahwa Krakatau pernah meletus pada 11.600 tyl.

AS : Dengan meletusnya berpuluh-puluh gunung berapi secara bersamaan yang sebagian besar terletak di wilayah Indonesia (dulu) itu, maka tenggelamlah sebagian benua dan diliput oleh air asal dari es yang mencair. Di antaranya letusan gunung Meru di India Selatan dan gunung Semeru/Sumeru/ Mahameru di Jawa Timur. Lalu letusan gunung berapi di Sumatera yang membentuk Danau Toba dengan pulau Samosir, yang merupakan puncak gunung yang meletus pada saat itu. Letusan yang paling dahsyat di kemudian hari adalah gunung Krakatau (Krakatoa) yang memecah bagian Sumatera dan Jawa dan lain-lainnya serta membentuk selat dataran Sunda.

AHS : Letusan supervolcano lebih mungkin menyebabkan musim dingin karena abu volkanik menutupi atmosfer menghalangi sinar Matahari (Tambora 1815 : a year without a summer), bukan mencairkan es.

AS : Pada saat terjadinya letusan berbagai gunung berapi itu, menyebabkan
lapisan es mencair dan mengalir ke samudera sehingga luasnya bertambah. Air dan lumpur berasal dari abu gunung berapi tersebut membebani samudera dan dasarnya, mengakibatkan tekanan luar biasa kepada kulit bumi di dasar samudera, terutama pada pantai benua. Tekanan ini mengakibatkan gempa. Gempa ini diperkuat lagi oleh gunung-gunung yang meletus kemudian secara beruntun dan menimbulkan gelombang tsunami yang dahsyat.

AHS : Gempa tidak disebabkan beban sedimen dan air pada dasar samudera, bila begitu maka pusat-pusat gempa akan memenuhi seluruh samudera. Gempa disebabkan patahan batuan pada wilayah interaksi lempeng.

AS : Ukuran waktu yang diberikan Plato 11.600 tahun BP (Before Present), secara tepat bersamaan dengan berakhirnya Zaman Es Pleistocene, yang juga menimbulkan bencana banjir dan gempa yang sangat hebat.

AHS : Studi detail masalah late glacial & postglacial sea level rise untuk
Sundaland menggunakan isotop oksigen-18 menunjukkan bahwa penenggelaman Sundaland oleh naiknya muka laut terjadi pada periode antara 13.000 – 14.000 tahun BP.

AS : Abu hasil letusan gunung Krakatau yang berupa ‘fly-ash’ naik tinggi ke
udara dan ditiup angin ke seluruh bagian dunia yang pada masa itu sebagian
besar masih ditutup es (Zaman Es Pleistocene) . Abu ini kemudian turun dan
menutupi lapisan es. Akibat adanya lapisan abu, es kemudian mencair sebagai
akibat panas matahari yang diserap oleh lapisan abu tersebut. Gletser di kutub
Utara dan Eropah kemudian meleleh dan mengalir ke seluruh bagian bumi yang
rendah, termasuk Indonesia. Banjir akibat tsunami dan lelehan es inilah yang
menyebabkan air laut naik sekitar 130 meter diatas dataran rendah Indonesia. Dataran rendah di Indonesia tenggelam dibawah muka laut, dan yang tinggal adalah dataran tinggi dan puncak-puncak gunung berapi.

AHS : Fly ash berasal dari erupsi supervolcano akan menyebabkan musim dingin volkanik, sinar Matahari tak akan mencapai permukaan Bumi. Tidak ada es yang mencair. Studi detail glasiasi dan post-glasial menunjukkan maksimum air laut naik 16 m selama 300 tahun dari 14.600-14.300 tyl oleh proses perubahan iklim.

AS : Ketika bencana yang diceritakan diatas terjadi, dimana air laut naik
setinggi kira-kira 130 meter, penduduk Atlantis yang selamat terpaksa keluar
dan pindah ke India, Asia Tenggara, China, Polynesia, dan Amerika. Suku Aryan yang bermigrasi ke India mula-mula pindah dan menetap di lembah Indus. Karena glacier Himalaya juga mencair dan menimbulkan banjir di lembah Indus, mereka bermigrasi lebih lanjut ke Mesir, Mesopotamia, Palestin, Afrika Utara, dan Asia Utara. Di tempat-tempat baru ini mereka kemudian berupaya mengembangkan kembali budaya Atlantis yang merupakan akar budaya mereka.

AHS : Penelitian biomolekuler DNA menunjukkan arus migrasi bukan dari Sundaland ke luar, tetapi dari luar menuju Sundaland.
Kemarin jam 0:05 · Batal Suka · 3

Like ·  · Follow Post · September 14 at 8:44am

    • Mansoer Hidayat sangat setuju…sejarah Nusantara tidak harus dikaitkan dengan peradaban lainnya….
      September 14 at 9:02am · Like · 1
    • LQ Hendrawan

      mengenai persoalan “atlantis”… setuju atau tidak setuju dalam bidang ilmu pengetahuan adalah “sah” bahkan membuat dunia ilmu pengetahuan itu menjadi tetap hidup… artinya, tesis dan antitesis kelak dapat melahirkan sebuah sintesis yg sal

      ing mengisi bahkan saling menyempurnakan… maka dari itu tidak boleh ada “sinisme” antar bidang ilmu… :)*…boleh jadi memang masih terlalu dini untuk menetapkan bahwa musnahnya BUANA NYUNGCUNG DI BUANA PANCA-TENGAH” (atlantis) adalah akibat letusan Krakatau… :)lintas argumen antar bidang ilmu (berdasar pd ‘bukti’ seperti yg dilakukan kang Awang) akan sangat berguna bagi kehidupan manusia yg akan datang… jadi mari kita sama-sama gali & pahami “sejarah para leluhur bangsa kita” untuk diwariskan kpd generasi yg akan datang… agar mereka bangga menjadi bangsa Indonesia.

      tabe pun _/|\_ rahayu sagung dumadi

      September 14 at 9:19am · Edited · Unlike · 5
    • Dodi Kusmajadi

      Saya ingin sedikit berkomentar. Jika tidak salah, penelitian biomolekul dna Stephen Oppenheimer sendiri menyatakan migrasi penduduk dunia khususnya di Sundaland terjadi dua arah. Yakni, sblm letusan Toba, migrasi terjadi dr Afrika menuju Su

      ndaland. Namun stlh letusan Toba disebutkan bahwa migrasi terjadi dr arah Sundaland menyebar ke seluruh dunia. Sebab sebagian besar manusia moderen waktu itu musnah, khususnya di sebelah barat sundaland. Temuan ini sptnya sama dg temuan Prof Santos. Sy sdr belum secara pasti dpt menyatakan bahwa Sundaland yg kaya genetis dan kebudayaan ini adalah Antlantis. Namun yang jelas menurut Oppenheimer Sundaland adalah salah satu pusat awal kebudayaan dunia. Teknologi perahu misalnya datang dr kawasan yg kini disebut sbg nusantara. Domestikasi ayam dan hewan hutan lainnya pun berasal dr kawasan ini. Wallohu alam bis sawab.
      September 14 at 10:32am via mobile · Like · 4
    • Ummy Latifah Haturnuhun komentarnya untuk kang Dodi Kusmajadi yang masih bertugas di Malaysia sebagai kontributor tv one setuju dengan kang LQ Hendrawan lintas ilmu diperlukan untuk mengali kebesaran sejarah bangsa ini…mangga Pak Awang Satyanabisa sharing bersama di share pak awang ini….
      September 14 at 8:02pm · Edited · Unlike · 1
    • Awang Satyana

      Pengetahuan orang2 tentang karya penelitian Oppenheimer meningkat setelah PT Ufuk menerjemahkan bukunya yang kontroversial, Eden in the East (1998), diterbitkan terjemahannya pada 2010. Ini melengkapi penerjemahan buku kontroversi lainnya,

      karya Santos, tentang Atlantis (2005) yang diterbitkan penerjemahannya pada 2009. Berbekal terjemahan buku Atlantis Santos dan Sundaland Oppenheimer, lengkaplah banyak orang gandrung dan bangga bahwa Indonesia ternyata Atlantis yang hilang itu. PT Ufuk mengundang saya membedah buku Atlantis tak masalah saya bilang kepada mereka bahwa tesis2 Santos lemah dan tak nalar menyebut Indonesia atau Sundaland sebagai Atlantis. Saya membedahnya secara geologi sebab Santos menggunakan geologi sebagai argumen bahwa Sundaland adalah Atlantis. Maaf saja, walaupun Santos seorang gurubesar, tetapi ia gurubesar teknik nuklir, dan tak nalar saat menerangkan geologi. Siapa pun bisa nalar menerangkan geologi, tak perlu seorang geologist, selama ia mengikuti kaidah2 geologi. Santos pintar mendongeng, tetapi maaf tidak bernalar saat menganalisis geologi. Tentang Oppenheimer, ia memang seorang ahli genetika dan penulis yang pintar, juga gemar membuat hal2 kontroversial. Tesis Oppenheimer bahwa Sundaland adalah pusat genetika dunia, sudah dikoreksinya dalam bukunya yang lebih baru, Out of Eden (2004). Sayangnya buku ini tak diterjemahkan oleh Ufuk sebab bila diterjemahkan mungkin akan melemahkan buku Eden in the East yang terlanjur digandrungi di Indonesia. Dalam buku barunya itu, coba dilihat peta jalur migrasi yang ada di buku itu sebelum Prolog. Akan nampak secara gamblang bahwa Sundaland hanyalah sebuah perlintasan migrasi, bukan asal migrasi. Hubungan dengan Krakatau eruption, nanti akan saya jelaskan langsung di kelas malam di Pulau Samosir. Tunggu saja waktunya atau ceritanya. Lihat bagian detailnya, lihat bagian besarnya, agar kita tak salah menilai. Saya akan menulis khusus tentang perdebatan atas Oppenheimer (1998).
      September 15 at 2:17am · Unlike · 6
    • Awang Satyana Maaf, koreksi, maksudnya hubungan dengan letusan Toba 74.000 tahun yl dan migrasi manusia, bukan dengan hubungan letusan Krakatau.
      September 15 at 2:39am · Like · 2
    • Anwar Hidayat ‎Awang Satyana: Saya Setuju dengan Pak Awang. Penjelasan berikutnya kami tunggu…
    • Danny Hilman Natawidjaja

      Terlepas dari keyakinan Atlantis, alasan yang dikemukakan oleh Pak Awang untuk membantah hipotesis Pak Santos (alm) banyak yang tidak kena. Antara lain: 1.Tidak ada bukti letusan krakatau sekitar 11.600 BP BUKAN berarti tidak ada – karena

      memang belum diteliti; boleh jadi letusan yang di Abad 5-6 (Ronggowarsito) adalah letusan berikutnya, dengan bekas kaldera yang menghubungkan P. Sertung, Panjang, dan Rakata, bukan yang lebih besar yang memecah P.Jawa dan Sumatra, 2. Air bah yang dikatakan menenggelamkan Atlantis dalam semalam boleh jadi “tsunami” yang terjadi dan surut lagi dalam beberapa hari-minggu-bulan (sehingga “spike” kenaikkan air laut ini tidak akan terekam dalam data geologi), sedangkan kenaikkan muka air laut akibat mencairnya es itu fungsinya hanya menenggelamkan sisa peradaban secara ‘permanen’ sampai sekarang. dst dsb… Fakta yang mendukung Santos kelihatannya malah lebih banyak. Salah satunya adalah penelitian Oppenheimer dan para mahasiswa S3-nya bahwa migrasi manusia berdasarkan DNA dalam perioda 16.000 – 8.000 BP dari Indonesia ke luar, bukan sebaliknya. Memang benar ada gerakan migrasi dari Asia ke Indonesia skitar 3000 thn BP tapi ini bisa dianggap gerakan pulang kampung 🙂
      Saturday at 10:27am · Unlike · 7
    • Awang Satyana

      Saya baru tahu kalau ada fakta2 yang mendukung hipotesis Santos. Saya mempelajari buku Santos sebelum buku ini diterjemahkan di Indonesia dan menjadi heboh. Dan saya tak pernah menemukan satu pun fakta yang mendukungnya. Apakah benar bahwa

      gunung Meru di India, Mahameru di Jawa Timur, Toba di Sumatra, dan Krakatau di Selat Sunda pernah meletus bersamaan pada 11.600 tahun yang lalu yang menenggelamkan Sundaland? Itu ditulis Santos, tetapi tak ada buktinya, hanya dongeng. Tak ada bukti memang bisa saja belum ditemukan, tetapi sejauh data yang kita punya, tak ada bukti kejadian itu, dan bila kita menganggapnya ada juga suatu jump to conclusion. Sejauh data yang kita punya, Krakatau meletus paling tua saat 416 M, dan mungkin itu yang terrtulis di buku Ronggowarsito, juga yang mungkin berpengaruh ke kerajaan2 awal di Jawa Barat. Sebagai ilmuwan, tentu Pak Danny Hilman Natawidjaja juga paham bahwa letusan volkanik itu lebih menyebabkan musim dingin, volcanic winter, dibandingkan menyebabkan deglasiasi seperti yang dibilang Santos. Kita punya buktinya saat terjadi letusan Tambora 1815 atau Toba 74.000 tahun yang lalu. Pecahnya Jawa dan Sumatra bukan oleh letusan gunungapi, coba cek paleomagnetisme Jawa dan Sumatra, mereka telah berpisah dari Miosen Tengah. Lihat publikasi dari Hanebuth et al, 2000, Rapid flooding of the Sunda shelf: a late glacial sea level record, Science v. 288, no. 5468, p. 1033-1055; juga Hanebuth & Stattegger, 2004, Depositional sequences on a late Pleistocene-Holocene tropical siliciclastic shelf, Journal of Asian Earth Science, v. 23, p. 113-126. Di kedua artikel itu disebutkan bahwa berdasarkan isotop oksigen 18 dari sampel core sedimen diketahui bahwa penenggelaman pertama Sundaland yang cukup penting terjadi pada 14.000-15.000 tahun yang lalu. Antara 14.600-14.300 tahun yl air laut naik 16 meter, dalam 300 tahun, berarti 5 cm/tahun. Itulah kenaikan laut tercepat yang menenggelamkan Sundaland. Ada kenaikan lagi antara 12.000-11.000 tahun yang lalu, mungkin angka Santos 11.600 tahun yang lalu ada di sini, tetapi minor, apalagi terjadi semalam seperti cerita Atlantis Plato. Saya tak menemukan satu pun tesis Santos didukung oleh geologi yang saya ketahui.
      Saturday at 12:30pm · Unlike · 3
    • Danny Hilman Natawidjaja

      Buku Santos itu detil-detilnya emang banyak yang kacau danbahasan geologinya banyak yang salah. Terus capek juga bacanya karena susunannya juga agak semrawut dan banyak hal yang diulang-ulang. Mungkin karena dia udah keburu alm sebelum se

      mpat membukukan ide-idenya itu. Tapi IDE/ALASAN DASARNYA kenapa dia menuduh Indonesia sebagai Atlantis menurut saya OKAY. Bukti geologi mungkin belum ada, tapi syarat kondisi geologi dan geografinya cukup terpenuhi. Ttg Krakatau Purba, si Ken Wohletz menghipotesiskan bahwa pinggir kalderanya melintas P.Krakatau sekarang-Sibesi-Rajabasa-Sangiang-Anyer (berdiameter 48km), dan saya lihat bathy-toponya memang masuk akal. Menurut saya ini kayanya bukan kaldera yang 412 AD itu tapi yang lebih tua lagi. Tentu saja jadi “ngotot banget’ kalo tanpa data-penelitian Santos langsung menghubungkan kaldera rakasasa itu dengan letusan gunung api yang menghancurkan Atlantis meskipun tidak mustahil dia benar. Terimakasih info referensi-nya Pak Awang.
      Saturday at 10:26pm · Like · 2
    • Awang Satyana

      Saya pikir saya saja yang cape baca buku Santos itu…Sebagai pendongeng, Santos pintar mendongeng, tetapi saya tak menemukan sepenggal data pun di bukunya. Saya berangkat membacanya dengan menganggapnya sebagai buku ilmiah, yang mestinya p

      enuh data dan analisisnya, ternyata buku Santos bukan berkriteria itu. Membaca mekanisme2 geologi yang diajukannya, membuat saya geleng2 kepala. Tak nalar dan tak ada buktinya. Saya lebih mudah menerima kalau Atlantis itu ada adalah di sekitar Laut Tengah, bukan di Indonesia. Mekanisme geologi yang pernah diajukan para pembelanya masuk akal. Maka saya juga bilang peradaban tinggi prehistori Indonesia, kalau ada, jangan lantas dikaitkan dengan ide Atlantis, itu membuat lemah ide yang semula mungkin kuat. Pendapat Ken Wohletz mari kita elaborasi lagi nanti.
      Yesterday at 12:54am · Like · 4
    • Anwar Hidayat Kisah Atlantis dikaitkan dengan dunia arkeologi bahkan geologi, mungkin kebalikan dari teori relativitas einstein dengan kisah mesin waktu…..pasti sangat menarik dan banyak penggemarnya……
      Sumber:

3 comments on “Debat atas Catatan Pak Dr.Awang Satyana ttg Kontroversi Atlantis Nusantara

  1. PROPHETIC INTELLIGENCE ………..Q.S. 2:255, Q.S. 12 Ar Ra’d 11.
    “Teropong NeoSUFI” hanya melihat benua Atlantis dalam benaknya Plato. Perdebatan mengenai sejarah peradaban ATLANTIS yang “past oriented” itu akan menjadi kebutuhan realistis, apabila diubah arahnya untuk berbalik memantau “FUTURE HISTORY”, yang akan menjangkau wilayah “Beyond the Horizons”.
    TRANSCENDENTAL INFORMATION yang tersadap oleh “Ulil Albab” dari kalangan NeoSUFI mengisyaratkan bahwa Pusat Pertumbuhan Embryo Peradaban Masa Depan – MILLENNIUM CIVILIZATION – situsnya berada di kepulauan Nusantara. Tanda-tandanya sudah diisyaratkan pada waktu Megawati Soekarnoputri menjabat Presiden R.I., yang digambarkan sebagai “HARTA KARUN” yang tersimpan di sekitar Bogor, yaitu “Situs BATU TULIS” (Culture) dan “BOGOR BOTANICAL GARDEN” (Agriculture).
    Ini bukan tahyul, tapi peluang dan tantangan bagi bangsa Indonesia, utamanya yang berada di wilayah Bogor dan sekitarnya. Dan sekaligus juga sebagai “test case” untuk “Ahlul BAYT AL-HIKMAH” ………………………..
    Pak Samantho Yth., barangkali inilah hikmahnya saya diperkenalkan dengan Bapak, supaya bisa mengikuti perkembangan tersebut di atas.
    Wassalam, dan terimakasih atas perhatian Bapak dan Rekan-rekan.

  2. FUTURE HISTORY …………………..
    Debat tentang ATLANTIS yang “past oriented” itu memang cukup mengasyikkan, semoga saja bisa ditemukan pembuktiannya yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
    Lebih penting lagi apabila Pak Sumantho dan rekan-rekan dari lingkungan “Ahlul BAYT AL-HIKMAH” memprakarsai perdebatan “Future History” yang menggambarkan NUSANTARA sebagai situs awal berseminya Peradaban Masa Depan – THE MILLENNIUM CIVILIZATION.
    “Prophetic Intelligence” yang relevan dengan itu sudah diisyaratkan melalui isu “HARTA KARUN” di sekitar BOGOR, yang terpendam di “Situs BATU TULIS” (Culture) dan di “KEBUN RAYA BOGOR” ((Agriculture). Ini akan menjadi “tahyul” apabila disikapi secara “harfiah”, namun akan menjadi “ilmiah” jika “transcendental information” itu ditanggapi sebagai “ayat-ayat mutasysyaabihaat” (allegory). Sudah barang tentu sebaiknya melibatkan para pakar dari IPB, juga mengikut sertakan “ulil albab” (ahli ma’rifat) yang kompeten sebagai “futurist” dan “symbol analyst”.
    Wassalam, dan terimakasih atas perhatian Bapak.

  3. c Santos bilang Atlantis itu Indonesia, c Oppenheimer bilang Sundaland asal peradaban manusia. Untuk hipotesis Santos setuju dgn pendapat Pa Awang H Satyana…erupsi vulkano biasanya menjadikan suhu lebih dingin, karena terhalangnya sinar matahari oleh abu vulkanik. Sedangkan menurut kang Dani Hilman, syarat-syarat kondisi geologisnya terpenuhi…cukup reasonable…yang aneh tentang ‘beban sedimen’ menyebabkan tenggelamnya Atlantik itu aja yg kurang reasonable dari thesis c Santos. Thesis Oppenheimer lebih reasonable dan penamaan Sundaland lebih mengena dibanding Atlantis….tapi gimanapun kebudayaan Indonesia memang lebih beragam daripada kebudayaan lain…sebagai sebuah buku bacaan mungkin lebih tepat kalau dikategorikan sebagai science fiction…perlu penelitian lanjutan nih berapa perbandingan fiksi dan ilmiahnya…hehehe…

Tinggalkan komentar

Atlantis in the Java Sea

A scientific effort to match Plato’s narrative location for Atlantis

Sembrani

Membahas ISU-ISU Penting bagi Anak Bangsa, Berbagi Ide, dan Saling Cinta

Wirdahanum

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

aawanto

The greatest WordPress.com site in all the land!

Covert Geopolitics

Beyond the Smoke & Mirrors

Catatan Harta Amanah Soekarno

as good as possible for as many as possible

Modesty - Women Terrace

My Mind in Words and Pictures

Kanzunqalam's Blog

AKAL tanpa WAHYU, akan berbuah, IMAN tanpa ILMU

Cahayapelangi

Cakrawala, menapaki kehidupan nusantara & dunia

religiku

hacking the religion

SANGKAN PARANING DUMADI

Just another WordPress.com site

WordPress.com

WordPress.com is the best place for your personal blog or business site.