2 Komentar

“OUT OF SUNDALAND” (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan2

Awang Satyana

“OUT OF SUNDALAND” (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan2

Rekan-rekan yang suka membaca atau mempelajari buku-buku tentang migrasi manusia modern berdasarkan analisis genetika molekuler (DNA), pasti pernah membaca nama Stephen Oppenheimer. Oppenheimer adalah salah satu tokoh utama bidang ini, yang produktif menuliskan hasil-hasil risetnya. Saat ini, Oppenheimer yang semula seorang dokter anak dan pernah bertugas di Afrika, Malaysia, dan Papua New Guinea; adalah research associate di Institute of Human Sciences, Oxford University.

Bukunya yang terkenal “Out of Eden : the Peopling of the World”

(2004) adalah sebuah buku yang komprehensif tentang sejarah penghunian semua daratan di Bumi oleh manusia modern berdasarkan analisis DNA pada semua bangsa. Oppenheimer memang pernah terlibat dalam suatu proyek raksasa untuk pemetaan genome manusia seluruh dunia. Dari situ ia mendapatkan data untuk menyusun bukunya. Melalui buku ini, kita bisa menebak dengan mudah bahwa Oppenheimer adalah seorang pembela pemikiran migrasi manusia : Out of Africa, dan menyerang Multiregional.
Saya tak akan menceritakan buku tersebut, saya akan bercerita tentang bukunya yang lain, yang menyulut perdebatan.

http://www.bradshawfoundation.com/books/out_of_eden.php

Tahun 1998, Oppenheimer menerbitkan buku yang menggoncang kalangan ilmuwan arkeologi dan paleoantropologi,”Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia”.

http://<br /><br />
The Origins of the British/books/eden_in_the_east.php

Buku ini penting bagi kita sebab Oppenheimer mendasarkan tesisnya yang kontroversial itu atas geologi Sundaland. Secara singkat, buku ini mengajukan tesis bahwa Sundaland adalah Taman Firdaus (Taman Eden), suatu kawasan berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, lalu para penghuninya mengungsi ke mana-mana : Eurasia, Madagaskar, dan Oseania dan menurunkan ras-ras yang baru. Dari buku Oppenheimer inilah pernah muncul sinyalemen bahwa Sundaland adalah the Lost Atlantis – benua berkebudayaan maju yang tenggelam.

Tesis Oppenheimer (1998) jelas menjungkirbalikkan konsep selama ini bahwa
orang-orang Indonesia penghuni Sundaland berasal dari daratan utama Asia, bukan sebaliknya. Apakah Oppenheimer benar ? Penelitian dan perdebatan atas tesis Oppenheimer telah berjalan 10 tahun. Saya ingin menceritakan beberapa perdebatan terbaru. Sebelumnya, saya ingin sedikit meringkas tesis Oppenheimer (1998) itu.

Dalam “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, Oppenheimer berhipotesis bahwa bangsa-bangsa Eurasia punya nenek moyang dari Sundaland. Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian atas geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi. Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland mempunyai kebudayaan yang tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan muka laut ini telah menyebabkan manusia penghuni Sundaland menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi. Terjadilah gelombang besar migrasi ke arah Eurasia.

Oppenheimer melacak jalur migrasi ini berdasarkan genetika, linguistik, dan
folklore. Sampai sekarang orang-orang Eurasia punya mitos tentang Banjir Besar itu, menurut Oppenheimer itu diturunkan dari nenek moyangnya. Hipotesis Oppenheimer (1998) yang saya sebut ”Out of Sundaland” punya implikasi yang luas. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland. Adam dan Hawa bukanlah ras Mesopotamia, tetapi ras Sunda (!). Nah…implikasinya luas bukan ? Hipotesis Oppenheimer (1998) segera menyulut perdebatan baik di kalangan ahli genetika, linguistik, maupun mitologi. Saya akan meringkas beberapa perdebatan pro dan kontra yang terbaru (2007-2008). Di buku-bukunyanya yang terbaru (Out of Eden, 2004; dan Origins of the British, 2007), Oppenheimer tak menyebut sekali pun tesis Sundaland-nya itu.

Sanggahan terbaru datang dari bidang mitologi dalam sebuah Konferensi
Internasional Association for Comparative Mythology yang berlangsung di
Edinburgh 28-30 Agustus 2007. Dalam pertemuan itu, Wim van Binsbergen, seorang ahli mitologi dari Belanda, mengajukan sebuah makalah berjudul ”A new Paradise myth? An Assessment of Stephen Oppenheimer’s Thesis of the South East Asian Origin of West Asian Core Myths, Including Most of the Mythological Contents of Genesis 1-11”. Makalah ini mengajukan keberatan-keberatan atas tesis Oppenheimer bahwa orang-orang Sundaland sebagai nenek moyang orang-orang Asia Barat. Binsbergen (2007) menganalisis argumennya berdasarkan complementary archaeological, linguistic, genetic, ethnographic, dan comparative mythological perspectives.

Menurut Binsbergen (2007), Oppenheimer terutama mendasarkan skenario
Sundaland-nya berdasarkan mitologi. Pusat mitologi Asia Barat (Taman Firdaus, Adam dan Hawa, kejatuhan manusia dalam dosa, Kain dan Habil, Banjir Besar, Menara Babel) dihipotesiskan Oppenheimer sebagai prototip mitologi Asia Tenggara/Oseania, khususnya Sundaland. Meskipun Oppenheimer telah menerima tanggapan positif dari para ahli arkeologi yang punya spesialisasi Asia Tenggara, Oppenheimer tak punya bukti kuat atau penelitian detail untuk arkeologi trans-kontinental dari Sundaland ke Eurasia.

Binsbergen (2007) menantang hipotesis Oppenheimer atas argumen detailnya menggunakan comparative mythology. Beberapa keberatan atas hipotesis tersebut : (1) keberatan metodologi (bagaimana mitos di Sundaland/Oseania yang umurnya hanya abad ke-19 AD dapat menjadi nenek moyang mitos di Asia Barat yang umurnya 3000 tahun BC ?), (2) kesulitan teoretis akan terjadi membandingkan dengan yakin mitos yang umurnya terpisah ribuan tahun dan jaraknya lintas-benua, juga yang sebenarnya isi detailnya berbeda; (3) pandangan monosentrik (misal dari Sundaland) saja sudah tak sesuai dengan sejarah kebudayaan manusia yang secara anatomi modern (lebih muda daripada Paleolitikum bagian atas); (4) Oppenheimer tak memasukkan unsur katastrofi alam yang bisa mengubah jalur migrasi manusia.; (5) mitos bahwa Banjir Besar menutupi seluruh dunia harus ditafsirkan atas pandangan dunia saat itu, bukan pandangan dunia seperti sekarang.

Dalam pertemuan comparative mythology sebelumnya (Kyoto, 2005, Beijing 2006), Binsbergen mengajukan pandangan yang lebih luas dan koheren tentang sejarah panjang Old World mythology yang mengalami transmisi yang komplek dan multisentrik, tak rigid monosentrik seperti hipotesis Oppenheimer (1998). Winsbergen juga mendukung tesisnya itu berdasarkan genetika molekuler menggunakan mitochondrial DNA type B.

Itulah sanggahan terbaru atas tesis Oppenheimer (1998).

Dukungan terbaru untuk hipotesis Oppenheimer (1998), baru-baru ini datang dari sekelompok peneliti arkeogenetika yang sebagian merupakan rekan sejawat Oppenheimer. Kelompok peneliti dari University of Oxford dan University of Leeds ini mengumumkan hasil peneltiannya dalam jurnal “Molecular Biology and Evolution” edisi Maret dan Mei 2008 dalam makalah berjudul “Climate Change and Postglacial Human Dispersals in Southeast Asia” (Soares et al., 2008) dan “New DNA Evidence Overturns Population Migration Theory in Island Southeast Asia” (Richards et al., 2008).

Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA menantang teori konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara saat ini (Filipina, Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolithikum) tahun yang lalu. Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah sebaliknya dan lebih awal, bahwa penduduk Taiwan berasal dari penduduk Sundaland yang bermigrasi akibat Banjir Besar di Sundaland.

Pemecahan garis-garis mitochondrial DNA (yang diwarisi para perempuan) telah berevolusi cukup lama di Asia Tenggara sejak manusia modern pertama kali datang ke wilayah ini sekitar 50.000 tahun yang lalu. Ciri garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi pada saat yang bersamaan dengan naiknya mukalaut di wilayah ini dan juga menunjukkan migrasi ke Taiwan, ke timur ke New Guinea dan Pasifik, dan ke barat ke daratan utama Asia Tenggara – dalam 10.000 tahun.

Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa haplogroup E, suatu
komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA mitokondria), berevolusi in situ selama 35.000 tahun terakhir, dan secara dramatik tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia Tenggara pada periode sekitar awal Holosen, pada saat yang bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi laut-laut Jawa, Malaka, dan sekitarnya. Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan Oseania lebih baru, sekitar 8000 tahun yang lalu. Ini membuktikan bahwa global warming dan sea-level rises pada ujung Zaman Es 15.000–7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human diversity di wilayah ini.

Oppenheimer dalam bukunya “Eden in the East” (1998) itu berhipotesis bahwa ada tiga periode banjir besar setelah Zaman Es yang memaksa para penghuni Sundaland mengungsi menggunakan kapal atau berjalan ke wilayah-wilayah yang tidak banjir. Dengan menguji mitochondrial DNA dari orang-orang Asia Tenggara dan Pasifik, kita sekarang punya bukti kuat yang mendukung Teori Banjir. Itu juga mungkin sebabnya mengapa Asia Tenggara punya mitos yang paling kaya tentang Banjir Besar dibandingkan bangsa-bangsa lain.

Nah, begitulah, cukup seru mengikuti perdebatan yang meramu geologi, genetika, biologi molekuler, linguistik, dan mitologi ini. Pihak mana yang mau didukung atau disanggah ? Sebaiknya, masuklah lebih detail ke masalahnya agar argumen kita kuat, begitulah menilai perdebatan.

Unlike ·  · Follow Post · September 15 at 2:39am


You, Eddy NugrahaPon S. PurajatnikaUmmy Latifah and 4 others like this.

Sher Lock Wow….merem melek ampe gelar tiker :p.thanks Pak kepsek

Ummy Latifah ‎Sher Lock udah pesen tiket kan untuk kelas malam di Toba..saya siapin deh kopinya biar nga merem…hehe

Sher Lock Aku ngk bisa minum kopi mba, duren aja boleh ngk # ngareppp poolz :p

Ummy Latifah heu… Sher Lock rugi bandar xixixi..

Ummy Latifah Pak Awang Satyana jadi wajar ya dari Oppenheimer ini banyak yang berpendapat…banjir Nabi Nuh bisa jadi ada di Sundaland? sulit juga ya Pak Awang kalau teori Oppenheimer tidak didukung oleh jejak2 Arkeologi ya Pak awang, apakah Oppenheimer akan konsisten dengan hipotesisnya?…nuhun sharenya mesti di baca lebih dari 2x hehe…
September 15 at 10:49am · Edited · Like · 1

Danny Hilman Natawidjaja

Summary yang sangat baik dari Pak Awang. Thanks infonya bahwa ada penelitian dari Richard et al dan Soares et al yang mendukung Oppenheimer, alias sejalan dengan Santos juga :-). Sekilas, kayanya bantahan yang diajukan Binsbergen tidak punya data/fakta yang kuat seperti Oppenheimer (dari DNA) tapi berdasarkan pengetahuan mitologi-arkeologi yang ada (dan sangat terbatas). Tiga perioda “banjir besar” antara 15-7rb tahun lalu itu bukan hipotesis Oppenheimer tapi berdasarkan data-analisa geologi yang sudah cukup legitimate.
Saturday at 10:48am · Like · 4

Awang Satyana

Oppenheimer (1998) mengajukan argumen mitologi dan arkeologi atas tesisnya tentang migrasi Out of Sundaland, yang menurut Binsbergen, seorang ahli mitologi dan arkeologi, tak ada dasarnya. Kenapa, silakan dilihat di tulisan awal saya tentang ini. Adapun artikel dari Soares dan Richards sejalan dengan Oppenheimer karena mereka sejawatnya. Tetapi sejawat atau oposan, lihatlah buku Oppenheimer yang lebih baru tentang migrasi ini (2004), Out of Eden: the peopling of the world, yang sangat out of Africa, bukan out of Sundaland. Di bukunya ini, Oppenheimer mengenalkan istilah yang disebutnya Sundadont dan Sinodont. Sundadont adalah tipe geligi penduduk Sundaland, sedangkan Sinodont adalah tipe geligi penduduk Cina. Dan lihatlah peta penyebarannya, Sundadont hanya menyebar paling jauh ke wilayah Myanmar dan Taiwan lalu Filipina, serta ke timur ke seluruh Maluku dan Timor. Tak menyebar sampai jauh ke Asia Barat seperti tesis out of Sundaland. “Sundadonty is not found any farther back west on the beachcombing trail, forvinstance in India….Sundadonty represents the earliest change from out of Africa beaccombers..” (Oppenheimer, 2004, p. 209). Cukup jelas saya pikir, Oppenheimer tetap pendukung Out of Africa, bukan Out of Sundaland. Ada arus migrasi itu, keluar dari Sundaland, tetapi hanya lokal, dan jelas bukan menjadi sumber genetik dari seluruh dunia. Lihat publikasi2 Oppenheimer yang lebih baru, yang sayangnya tak diterjemahkan oleh penerbit di Indonesia, sehingga dikiranya Out of Sundaland saja yang benar. Lihat juga megaprojek National Geographic pemetaan human genome yang sekaligus juga mendukung Out of Africa, atau analisis genetik dan migrasi yang dilakukan oleh Lembaga Eijckman yang tak mendukung Out of Sundaland (lihat artikel2nya di National Geographic Indonesia, Maret 2006).
Saturday at 12:57pm · Like · 1

Danny Hilman Natawidjaja

Out of Africa (~70.000 tahun lalu) dan “Out of Sundaland” (setelah 15.000 tahun lalu) berbeda jaman. Juga hipotesis Out of Sundaland adalah tentang penyebaran kebudayaan, bukan penyebaran ras manusia seperti Out of Africa. Tentan Binsber

gen, membaca alasan pertama dia bahwa hanya karena peradaban Indonesia baru mulai Abad 19 (atau lebih tepatnya Abad 7) menurut sejarah yang ada sekaran … ya sudah ngak nyambung karena yang dihipotesiskan Oppenheimer adalah tentang masa Pra-Sejarah (yang masih gelap untuk Indonesia)

Awang Satyana

Out of Africa dilakukan baik oleh Homo erectus maupun Homo sapiens, jadi jauh lebih tua dari 70 ribu th yl. Ada beberapa ilmuwan yang percaya Multiregional sebagai oposisi atas Out of Africa, tetapi kebanyakan data mendukung Africa sebagai firdaus itu baik menggunakan data kronologi fosil2 hominid maupun biomolekuler manusia modern. Karena perbedaan umur mitologi yang jauh antara Timur Tengah dan Indonesia, maka Binsbergen meragukan bahwa tradisi Timur Tengah berasal dari Indonesia. Menghubungkannya adalah jump to conclusion, sebab banyak gapnya.
Saturday at 3:21pm · Like · 1

Danny Hilman Natawidjaja Out Africa dari penyebaran Homo Sapiens ke seluruh dunia yang banyak jadi acuan yaitu yang 70.000-an tahun lalu itu. Hal ini sangat menarik karena mungkin terjadi setelah letusan Toba yang membinasakan bumi, termasuk hampir memusnahkan homo sapiens. Nah, Apakah ada sekumpulan orang yang selamat di Africa? Apakah di tempat lain, termasuk di Indonesia, tidak ada yang selamat? Satu “case” yang sangat menarik …
Saturday at 5:22pm · Like · 1

Awang Satyana

Letusan katastrofik Toba 74.000 tak membinasakan Bumi, ia hanya berkumpul secara signifikan di wilayah India dan cukup untuk menghalangi jalan migrasi manusia dari Afrika. Tetapi bottlenecking ini masih jadi perdebatan apakah memang iya ada  efek ke situ atau tidak. Kalau memang ada, tak semuanya binasa, ada sekitar 10.000 pasangan dewasa yang selamat, kata Oppenheimer, dan meneruskan migrasinya setelah masa2 berbahaya lewat. Migrasi dari Sundaland ke timur menuju Polinesia dan Mikronesia, juga ke tenggara menuju Australia (lihat website Oppenheimer, 2003, di situ ada animasi migrasi manusia) terjadi setelah katastrofika Toba.
Saturday at 7:59pm · Like · 2

Danny Hilman Natawidjaja

He he he kalo semua binasa kita engga ada dong pak. Iya benar, menurut perkiraan ilmiah tersisa beberapa ribu sampai 10.000 pasang. Data carbon-Oksigen Isotop kita dari speleothem di gua Flores mengindikasikan ekosistem Indonesia ambruk total akibat letusan. Juga ada referensi tentang temperatur bumi yang mendadak beku sampai 6 tahun. Kalu letusan Tambora menyebabkan A year without summer, ini 6 years without summer…ngeriiii. Jadi memang benar-benar katastropik. Dating letusan dari speleothem itu berkisar 67 – 73 ribu tahun lalu. Ok. nanti sy lihat web-nya Oppenheimer. Thanks infonya.

2 comments on ““OUT OF SUNDALAND” (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan2

  1. […] OF SUNDALAND” (Oppenheimer, 1998) : Perdebatan2 Posted on September 24, 2012 | Leave a […]

  2. Saya belum baca buku nya Stephen Oppenheimer (1998), tetapi saya sudah baca bukunya Prof. Arysio Santos mengenai “Atlantis: The Lost Continent Finally Found” (2011) (yang bahasa inggris isi nya lebih lengkap), dua orang asing ini mengemukan hipotesa yang mendukung peradaban mulai dari Indonesia yang cuacanya lebih raham intuk kebudayaan tubuh

Tinggalkan komentar

Atlantis in the Java Sea

A scientific effort to match Plato’s narrative location for Atlantis

Sembrani

Membahas ISU-ISU Penting bagi Anak Bangsa, Berbagi Ide, dan Saling Cinta

Wirdahanum

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

aawanto

The greatest WordPress.com site in all the land!

Covert Geopolitics

Beyond the Smoke & Mirrors

Catatan Harta Amanah Soekarno

as good as possible for as many as possible

Modesty - Women Terrace

My Mind in Words and Pictures

Kanzunqalam's Blog

AKAL tanpa WAHYU, akan berbuah, IMAN tanpa ILMU

Cahayapelangi

Cakrawala, menapaki kehidupan nusantara & dunia

religiku

hacking the religion

SANGKAN PARANING DUMADI

Just another WordPress.com site

WordPress.com

WordPress.com is the best place for your personal blog or business site.