Dengan dalih mempelajari teknologi “kuno” ternyata kita merusak teknologi maju peradaban leluhur.
Dari akun Kang Deddy Endarto Wilwatikta
Waduhhhh …
Nyawa candinya diambili semua to ini …?
Konon leluhur kita memilih lokasi yang paling sempurna “baik dipandang dari strategis lokasi, pengaruh makrokosmos perbintangan dan spiritual keagamaan maupun adat”. Tetapi selalu muncul “KEKURANG SEMPURNAAN” dari perhitungan itu.
Maka ditempuhlah “cara penyempurnaan” dengan memasang tumbal atau pelengkap atau penyempurna hitungan tersebut. Ada banyak material yang bisa digunakan semisal : Batu Mulia, Kristal, Pusaka, Logam, Elemen tubuh Binatang dan banyak lagi lainnya.
Maka ketika elemen penyempurna tersebut diambil dengan alibi kepentingan ilmu pengetahuan dan arkeologis, sesungguhnya kita sedang “membuat situs atau candi itu kehilangan elemen balancer kesempurnaannya”.
Banyak contoh kejadian yang “luar biasa”, yaitu situs candi yang menjulang tinggi di dataran lapang tidak mempunyai catatan pernah tersambar petir (juga terlihat pada batu kemuncak candi). Tetapi begitu elemen balancer diambil, candi tersebut berulang kali tersambar petir. Sehingga mau tidak mau pemerintah terpaksa mengamankannya dengan teknologi penangkal petir. Walau sekilas pemandangan jadi aneh karena ada dua produk teknologi peradaban berbeda era sangat jauh yang disandingkan.
Jadi jujur saja, dalam banyak kesempatan saya berkontemplasi merenungi takdir hidup saya dan para pendahulu, banyak teknologi super masa lalu yang ramah dan berupaya melebur dengan semesta “belum bisa kami pahami dan teruskan guna penyempurnaannya”. Yang sering terjadi malah kita melakukan perusakkan ataupun mengklaim teknologi kita lebih modern dan mengabaikan teknologi peradaban masa lalu …
JAYA – JAYA – WIJAYANTI
Surabaya, 14 Mei 2016
Deddy Endarto Wilwatikta untuk MEMAHAMI TEKNOLOGI MASA LALU YANG PERKASA
Tanggapan:
“Ia. Seharusnya kalau mau meneliti, artefak itu jangan dipisahkan dari tempatnya semula. Kembalikan kristal itu ke tempat awalnya (insitu). Lakukan penelitian geo-elektromagnetik, dan pengukuran vorteks energi dan cahaya kosmik di sana? Apa efeknya bagi manusia yang sering datang berziarah dan bermeditasi di tempat itu (Candi Sukuh), secara psiko-spiriitual, bio-chemistry, dan lain-lain metode. Penelitian harus komprehensif-holistik. Para Arkeolog penelitinya harus merdeka dari cacat paradigmatik dan epistemologis sains Humaniora dan arkeologis-antropologis ala Barat yang materialistik, deteministilk-atomistik, sekular anti tradisi dan anti nilai-nilai kearfiran tradisonal-perennial Nusantara. Team penelitinya harus lintas disiplin keilmuan dan harus lebih dahulu tercerahkan.” (Ahmad Y. Samantho)
Crystal Shiva Linga found among Artifacts at Candi Sukuh, Central Java
![]() |
Archaeologist Septina Wardhani measures the Crystal Linga artifact. |
During the restoration of Candi Sukuh in Java Indonesia, various archaeological objects have been retrieved. Most of the items are believed to be relics from the 15th century, the time of the Pyramid-like temple’s construction. Among the artifacts were two pieces of pottery. One of the ancient stoneware pots was filled with an assortment of beads, trinkets and ancient jewelry.
![]() |
The artifacts discovered during the restoration of Candi Sukuh included two stone jars, jewelry, and the crystal Linga. |
“This is one of the biggest findings from Central Java,” said Deny Wahju Hidajat, Head of the Candi Sukuh Restoration Unit. “These findings show that the skills to make jewelry were already well developed at that time.”
A crystal Linga, encased in bronze, was found in the other pot from Candi Sukuh. The linga shaped artifact is made of glass and stands on an intricately engraved bronze base which contains water.
“It’s fascinating that the water stored in the bronze was not dry, although it has been stored for many centuries,” said Deny.
![]() |
Archaeologists test the acidity of the water in the Crystal Linga. |
Local residents believe that the discovery of the water is linked to the mythological Tirta Amrita, or Water of Life. The Legend of the Quest for the Water of Life is told in the Adiparwa, the first book of the Hindu epic, the Mahabharata. Part of the Tirta Amrita story can be found inscribed at Candi Sukuh.
The stone jars were discovered hidden beneath the Pangruwatan Monument at Candi Sukuh. The ancient jars and their contents are currently being stored in the Archaeological Heritage Preservation Hall of Central Java, Prambanan, Klaten.
Candi Sukuh is one of three unique temples found along the slopes of Mount Lawu, two of which are Pyramid-shaped.
Pictures and information in this article are sourced from Tempo News.
![]() |
Selamat sore yuddy
Klo pakai artikel saya di blog kamu, tolong kasih link ke blog saya. Terima kasih 🙂
http://cryptoanthropologist.blogspot.com/2016/05/crystal-shiva-linga-candi-sukuh-central
Itu adalah Pebuatan yang Keji yang tanpa menghormati karya leluhur langsung bunuh aura candi dengan dalih untuk penelitian, ilmu pendidikan.