Ramalan Prabu Jayabaya seputar dinamika kehidupan yang akan terjadi di Pulau Jawa terutama masalah pergantian kekuasaan dari abad 12 sampai akhir jaman telah menjadi legenda di kalangan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Jawa.
Bahkan beberapa pemimpin bangsa secara politis menggunakannya sebagai ‘legitimasi’ akan keberadaannya. Yang pada akhirnya membuat masyarakat Jawa memaklumkannya untuk naik tahta. Maka tak heran jika ada kandidat presiden tetapi dari suku non Jawa sebaik dan sehebat apa kualitasnya pasti akan susah naik tahta karena kendala historis ini. Lepas dari benar-tidaknya ramalan-ramalan prabu Jayabaya tersebut, ternyata ada sisi-sisi menarik dari bait-bait ramalan Prabu Jayabaya tersebut, yaitu adanya unsur pengaruh ajaran Islam. Yang mana hal ini membuktikan bahwa Islam telah datang dan berhasil mempengaruhi rajanya di pulau Jawa sebelum era Wali Sanga.
Sumber ramalan Prabu Jayabaya yang beredar di masyarakat tidak hanya satu, juga tidak langsung dari sumber primernya, yakni Prabu Jayabaya sendiri, maksudnya belum ada bukti yang menguatkan bahwa ramalan tersebut ditulis sendiri oleh Prabu Jayabaya. Para peneliti sepakat bahwa sumber terkuat ramalan ini adalah Kitab Asrar (Musarar) karya Sunan Giri Perapen (Sunan Giri ke-3) yang dikumpulkannya pada tahun 1540 Saka = 1028 H = 1618 M. Kitab Asrar digubah dan dibentuk lagi dengan metode dan pola yang lain, yakni dengan jalan mengambil pokok permulaan cerita Raja Jayabaya dari Kediri, sebuah nama yang diketahui dari Kakawin Bharatayudha, yang ditulis oleh Mpu Sedah pada tahun 1079 Saka = 1157 M atas titah Prabu Sri Jayabaya di Daha (Kediri).
Adalah seorang pujangga, yakni Pangeran Wijil dari Kadilangu (Pangeran Kadilangu II) yang kemudian setelah mendapat patokan data baru, lalu menuliskan kembali dalam bentuk gubahan “JANGKA JAYABAYA” dengan memadukan antara sumber Serat Bharatayudha dan kitab Asrar serta gambaran pertumbuhan negara-negara yang ditulis sebelumnya berupa babad.
Menurut masyarakat jawa, kenapa kemudian ia disebut Jangka, karena naskah tersebut tidak sekedar ramalan (yang kemungkinan bisa meleset), tetapi lebih dari itu Jangka Jayabaya adalah urutan kejadian yang sudah diketahui. Apakah memang dari suatu kajian ilmiah atau hanya kebetulan belaka, diakui atau tidak, urutan peristiwa (jaman-jaman) yang di-jangka-kan tersebut setelah ditafsirkan sedemikian rupa, akhirnya menjadi sesuai dengan sejarah, bahkan sampai saat ini. Padahal ia ditulis jauh sebelum sejarah berlangsung. Maka saya berasumsi bahwa jangka ini pasti mempunyai landasan ilahiyah, bisa jadi Al-Qur’an maupun hadits shahih, atau setidaknya ada seorang waliyullah kasyaf yang mengajarkannya. Oleh karenanya pada uraian selanjutnya saya tidak menggunakan kata ramalan tetapi jangka.
Di awal-awal kisah Jangka Jayabaya diceritakan tentang kehebatan Prabu Jayabaya sang penakluk yang tampan dan gagah, lalu sampai pada kisah tentang kedatangan tamu seorang muslim dari negeri Rum, yang akhirnya menjadi guru Prabu Jayabaya, berikut kisahnya:
Maksihe bapa anenggih
langkung suka ingkang rama
Sang Prabu Jayabayane
duk samana cinarita
pan arsa katamiyan raja pandita saking rum
nama sultan maolana, ngali samsujen kang nami,
dst..
Lajeng angguru sayekti Sang-a Prabu Jayabaya
Mring sang Prabu raja panditane
Rasane kitab musarar wus tunumplak sadaya
lan enget wewangenipun
yen kantun anitis ping tiga…
Terjemahan bebas:
Hal tersebut menggembirakan hati Sang Prabu Jayabaya
Waktu itu diceritakan, Sang Prabu akan kedatangan tamu,
seorang raja pandita dari Rum bernama, Sultan Maolana.
Lengkapnya bernama Ngali Samsujen (mungkin maksudnya Maulana Ali Syamsudin)…
dst..
Kemudian Sang Prabu Jayabaya berguru kepada sang pendeta
terasa kitab musarar sudah dipahaminya semua, dan diingat pesannya
bahwa tinggal tiga kali dia menitis..
Siapakah Ali Syamsudin yang dimaksud? Belum ada yang bisa memberi keterangan dengan jelas siapa sebenarnya tokoh ini. Kita serahkan saja PR ini kepada ahli sejarah untuk menelitinya. Yang jelas, selanjutnya sang maulana memberi sebuah ajaran atau paham sbb:
Benjing pinernahken nenggih sang-a prabu Jayabaya
aneng sajrone tekene ing guru sang-a pandita
tinilar aneng kakbah
imam supingi kang nggadhuh kinarya nginggahken kutbah..
Ecis wesi udharati
ing tembe ana molana pan cucu Rasul jatine
alunga mring tanah jawa
nggawa ecis punika
kinarya dhuwung punika
dadi pundhen bekel jawa..
Terjemahan bebas:
Esok harinya dijelaskan kepada sang prabu Jayabaya
bahwa di dalam tongkat sang guru pendeta
yang ditinggalkan di Ka’bah
seorang imam akan menggunakannya untuk berkhutbah
Senjata (pusaka) yang diberi nama Udharati
Kelak di kemudian hari ada seorang maulana yang sejatinya adalah cucu Rasul
pergi ke tanah jawa membawa senjata (pusaka) itu
dengannya dia akan jadi penguasa/pengayom (pundhen) jawa
Ada sebuah kata yang tidak ditemukan arti dan terjemahannya dalam bahasa Jawa-Indonesia, yaitu udharati, apakah itu? Saya telah mencarinya dari sumber-sumber yang ada, tetapi selalu saja tetap ditulis sebagaimana aslinya, tidak diterjemahkan. Maka tak ada salahnya jika saya kira-kira saja (menggunakan ilmu uthak-athik-gathuk) apa makna udharati yang dimaksud oleh sang maulana.
Dari sisi bunyi ucapan, udharati lebih mendekati pada kata itrati, coba pembaca rasakan, udh-ra-ti lalu it-ra-ti. Dari konteks cerita sepertinya juga sangat berkaitan. Sebab yang dimaksud itrati di sumber-sumber hadits terpercaya artinya adalah “Keturunanku” (anak-cucu Rasul), sebagaimana diberitakan oleh sang guru pendeta pada rangkaian kalimat berikutnya, “Kelak di kemudian hari ada seorang maulana yang sejatinya adalah cucu Rasul…
Simak hadits berikut:
Dalam kitab Ma’rifat Wal Tarikh karya Yaqub bin Sufyan Al Fasawi 1/536 disebutkan hadis Tsaqalain dengan sanad yang shahih.
Telah menceritakan kepada kami Yahya yang berkata telah menceritakan kepada kami Jarir dari Hasan bin Ubaidillah dari Abi Dhuha dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh padanya maka kalian tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan Itratii, Ahlul Baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di Al Haudh.
Di awal jangka ini saja sudah mulai terlihat adanya pengaruh ajaran Islam, yakni konsep itrati, keturunan Rasul, atau Ahlul-Bait.
Kemudian di bagian selanjutnya diuraikan kejadian seputar masa-masa pergantian raja-raja Jawa, dari jaman Anderpati/Kala Wisesa (Pajajaran) sampai jaman Kala Bendu (Pajang-Mataram modern, yang oleh sebagian masyarakat Jawa ditafsirkan sebagai jaman kita saat ini). Setiap jaman mempunyai lambang atau tanda-tandanya masing-masing. Misalnya jaman Kala Bendu yang dilambangkan dengan “Tan kober paes sarira, Sinjang kemben tan tinolih” artinya:” tidak sempat mengurusi badan, direpotkan dengan kemben (pakaian sebagai penutup bagian tubuh yang ‘membuat malu’) yang tidak kunjung selesai”. Ada yang menafsirkannya bermakna: tidak sempat mengurusi negara (dan rakyat) karena direpotkan dengan berbagai usaha untuk menutupi kekurangannya (yang mengusik citranya). Ini menunjuk kepada sosok pemimpin di jaman tersebut. Anda bisa tafsirkan sendiri siapa yang dimaksud.
Yang menarik bagi saya adalah di bagian akhir jangka ini, juga bagi anda mungkin, sebab bisa dijadikan sebagai penawar kesedihan dan memberi harapan kehidupan yang lebih baik di masa depan. Ibarat alur cerita, jangka Jayabaya ini berakhir secara happy ending, sebab jaman terakhir sebelum kiamat adalah jaman penuh kebaikan dan keadilan (Kala Suba) di mana datangnya jaman itu adalah setelah berakhirnya jaman Kala Bendu. Sudah dekatkah jaman itu? Apakah saat ini memang sudah memasuki jaman Kala Bendu? Baiklah, berikut rangkaian bait dari Jangka Jayabaya yang menggambarkan saat terjadi Kala Bendu. Tidak ditafsirkan semuanya secara mendetail, hanya diterjemahkan. Karena ini bukan ayat-ayat kitab suci, anda juga bisa menafsirkannya sendiri dengan persepsi masing-masing, apakah ada kesesuaiannya dengan jaman kita saat ini.
Tan kober paes sarira, sinjang kemben tan tinoleh
lajengipun sineng lambang
Dene Maolana ngali samsujen sang a-yogi
tekane jaman kala bendu
ing semarang tembayat
Poma den samya ngawruhi
sasmitane lambang kang kocap punika
Terjemahan bebas:
Tak sempat mengurusi badan, repot dengan pakaian (kemben) yang tak kunjung selesai
selanjutnya pada lambang tersebut
bahwa maulana Ali Syamsudin menjelaskan
datangnya jaman Kala Bendu
di semarang tembayat (apakah yang dimaksud ini adalah suatu tempat atau sekedar perlambang? Saya belum tahu tafsirnya secara khusus)
Maka mari sama-sama kalian ketahui
tanda-tandanya yang disebutkan berikut ini
Dene pajege wong ndesa
akeh warnanira sami
lawan pajeg mundak-mundak
Yen panen datan maregi
wuwuh suda ing bumi
Wong dursila saya ndarung
akeh dadi durjana
wong gedhe atine jail
mundhak taun mundhak bilahining praja
Terjemahan bebas:
Yaitu ketika pajak orang desa (rakyat maksudnya) banyak macamnya
ditambah lagi pajaknya selalu naik
Jika panen tidak mengenyangkan (mungkin maksudnya hasil bumi yang seharusnya bisa diproduksi sendiri tidak bisa mencukupi, sehingga mesti impor-impor juga)
Seakan berkurang ditelan bumi (apa karena dikorup? Atau salah pengelolaan?)
Orang jahat semakin merajalela
banyak yang jadi pengkhianat
Orang besar/pejabat hatinya jahil/bodoh (yang disebut adalah hatinya, bukan otaknya. Jadi bodoh secara moral, akhlak dan spiritual)
Semakin tahun semakin kacau pemerintahan
Kukum lan yuda negara
pan nora kang nglabeti
salin-salin kang parentah
aretu patraping adil
Kang bener-bener kontit
kang bandhol-bandhol pan tulus
Kang lurus-lurus rampas
setan mindha wahyu sami
Akeh lali mring gusti miwah wong tuwo
Terjemahan bebas:
Hukum dan aturan negara
tidak ada yang konsisten
silih berganti yang memerintah (apakah maksudnya karena sering ganti-ganti menteri?)
jauh dari norma/nilai keadilan
Yang benar jadi terdakwa
yang bejat-bejat bebas
Yang lurus-lurus tercerabut/tersingkir
setan dan wahyu bercampur aduk (inilah ‘keselarasan’ yang unik di jaman ini, setan bisa menjelma jadi ulama, juga sebaliknya)
Banyak yang lupa kepada Tuhan dan orang tua.
Ilang kawirangane dyah
wiwit prang tan na ngabari
nuli ana lamate negara rengka
Akeh gara-gara
udan salah mangsa prapti
akeh lindhu lan grahana
delajate salin-salin
pepati tanpa aji
Terjemahan bebas:
Hilang rasa malu kaum perempuan
mulai ada perang secara tersembunyi
lalu ada tanda-tanda negara pecah (apa mungkin karena banyaknya partai-partai?)
banyak huru-hara (kerusuhan)
hujan salah musim (perubahan iklim)
banyak gempa dan gerhana
datangnya silih berganti
nyawa tak ada harganya (kematian/pembunuhan yang sia-sia)
Di bagian selanjutnya masih banyak diceritakan mengenai tanda-tanda jaman edan ini, yang kalau disebutkan semuanya akan menyita banyak ruang di note ini. Yang pasti dari mulai penyimpangan moral, rusaknya kehidupan rumah tangga sampai kacaunya aturan/hukum masyarakat dan negara ada digambarkan di jangka ini. Juga tanda-tanda alam, kemajuan teknologi (informasi dan transportasi), perilaku menyimpang pria/wanita modern, dsb.
Selanjutnya menurut Jangka Jayabaya, setelah jaman kerusakan dan ketidak-adilan (kezaliman) ini berakhir, maka akan berganti dengan jaman penuh kebaikan dan kegembiraan (Kala Suba), yang dipimpin oleh seorang yang suci dan mulia. Menariknya, jika pada jaman-jaman sebelumnya skala kekuasaan pemimpinannya hanya sebatas lokal saja (Jawa dan Nusantara), di jaman Kala Suba ini skala kepemimpinannya adalah sejagad (dunia secara keseluruhan, global).
Berikut jangkanya,
Dene besuk nuli ana
tekane kang tunjung putih semune pudhak kasungsang
bumi mekah dennya lair
iku kang angratoni jagad kabeh ingkah mengku
juluk ratu amisan
sirep musibating bumi
Terjemahan bebas:
Kemudian kelak akan ada
datangnya si “tunjung putih semune pudhak kasungsang” (inilah lambang jaman ini)
Di tanah Makkah dia lahir (muncul/bangkit)
itulah yang menjadi raja bagi dunia seluruhnya
Bergelar ratu amisan (tafsir yang umum dari ratu amisan adalah karena beliau sangat sederhana bahkan papa, zuhud istilahnya, juga karena yatim piatu)
reda semua musibah di bumi.
Dari alur cerita jangka ini, terlihat mulai ada kesamaan dengan petikan hadits tentang Imam Mahdi berikut: Bahwa Rasulullah saww telah mengabarkan kepada Imam Ali tentang Imam-Imam sepeninggal Beliau saww, sampai pada Imam yang paling akhir yaitu Imam Mahdi
“….kemudian Al Qoim (sang penegak keadilan). Dia adalah keturunan Husain. Namanya seperti namaku, wajahnya yang paling mirip denganku, dan dia akan memenuhi dunia dengan keadilan setelah sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman…”(Al Bihar 37/355)
Juga,
Rasulullah bersabda, “Al-Mahdi (adalah) dari keturunanku, (dia) memenuhi bumi dengan
keadilan sebagaimana bumi sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman, ia akan berkuasa selama 7 tahun.” (Bihar al Anwar 51/102)
Dijelaskan bahwa lambang jaman ini adalah datangnya ”tunjung putih semune pudhak kasungsang”. Apa maknanya?
Tafsiran yang umum di masyarakat, sebagaimana jaman Kala Bendu, itu adalah sosok pemimpinnya juga, yaitu: “Hati yang putih namun masih tersembunyi”. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai Satrio Piningit atau menurut Rangga Warsita ia adalah Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu (pemimpin yang tersembunyi, merupakan pasangan dari kitab suci/wahyu).
Kepercayaan ini lagi-lagi sesuai dengan pemahaman sebagian umat Islam, yaitu bahwa Imam Mahdi sebenarnya sudah lahir di tahun 255 H (869 M), Beliau adalah Imam ke-12 dari silsilah Rasulullah saww. Pada masa hidupnya, Imam Mahdi telah mengalami masa gaib (tersembunyi) sebanyak dua kali. Gaib yang pertama terjadi pada tahun 265 H (879 M), biasa disebut dengan ghaib as-sughra (gaib kecil). Gaib yang kedua, disebut ghaib al-kubra (gaib panjang), yang dimulai pada tahun 329 H (941 M) sampai suatu saatnya nanti atas kehendak Allah, beliau akan hadir memimpin dunia ini. Jadi sejatinya saat ini beliau masih hidup (dan berbaur/berinteraksi dengan umat) namun (seolah-olah) tersembunyi (piningit, orang jawa bilang).
Menurut riwayat lain, Imam Mahdi akan muncul di Makkah yaitu di antara rukun dan maqam Ibrahim. Begitu pula di jangka Jayabaya dengan jelas pula disebutkan bahwa lahirnya (munculnya) sang pemimpin jaman Kala Suba adalah di bumi Mekah.
Sedangkan tempat kelahiran/asal Imam Mahdi menurut sejarah adalah di Samarra. Di bait lain di Jangka ini sang pemimpin tersebut juga bergelar Asmara kingkin,
Anjenengaken Sang Ratu Asmarakingkin
Bagus maksih taruna
(Dinamakan sang raja Asmarakingkin, Tampan dan masih muda)
Adakah kesesuaian antara Samarra dengan Asmara? Juga tampan dan masih muda, sepertinya mengisyaratkan saat dimana beliau masih remaja, sebelum ghaib.
Satu lagi, setelah saya cocokkan dengan hadits seputar tanda-tanda kedatangan Imam Mahdi, lambang jaman Kala Suba ini sepertinya juga lebih mendekati pada gejala alam, yaitu munculnya komet. Sebab terjemahan dari bait itu adalah “seroja putih berbentuk pudhak menyilang”. Pudhak artinya pandan, jika anda belum tahu pandan, itu adalah sejenis tanaman yang berbau harum dengan bentuk daun yang lebar pada pangkalnya dan makin ke ujung semakin meruncing, jika dilihat satu rumpun seolah seperti air mancur, mirip seperti bentuk sebuah komet (lihat gambar). Jadi makna lambang itu bisa ditafsirkan sebagai ‘bintang putih berbentuk pandan yang melintang” (komet).
dengan nama ”Khotbah mutiara”. Dalam Khotbah tersebut, Ali menyebutkan tanda -tanda
kedatangan Imam Mahdi. Beliau berkata,”….dan setelah itu akan muncul seorang penegak
kebenaran. Pancaran wajahnya bagaikan cahaya purnama di antara planet lain. Tanda-tanda
kedatangannya ada sepuluh. Tanda pertama adalah munculnya bintang berekor (komet ).” (Al Bihar 36/355)Sekali lagi, ada kesamaan kepercayaan yang tersirat di Jangka Jayabaya ini dengan ajaran Islam.
Hal ini dengan jelas membuktikan bahwa agama Islam sebenarnya dengan tangan terbuka telah dianut (setidaknya diterima) oleh masyarakat Jawa sejak abad 12 M, walau mungkin belum secara utuh. Bahkan rajanya yang terkenal, yakni Prabu Jayabaya sendiri yang merintisnya. Sampai saat ini pun jangka Jayabaya masih dipercaya ’kebenarannya’ oleh sebagian bangsa Indonesia, bahkan kalangan elit-pemburu kekuasaan- di negeri ini.
Selanjutnya, bagaimanakah menurut Jangka Jayabaya tentang sosok Imam Mahdi (Satrio Piningit), siapakah dia sebenarnya, di mana dia tinggal saat ini, bagaimana bentuk atau ciri-ciri pemerintahannya? Apakah cerita selanjutnya masih ada pengaruh ajaran Islam?. Insya Allah akan dilanjutkan di note berikutnya.
Bogor, 7 Februari 2010
“”Hal tersebut menggembirakan hati Sang Prabu Jayabaya
Waktu itu diceritakan, Sang Prabu akan kedatangan tamu,
seorang raja pendeta dari Rum bernama, Sultan Maolana.
Lengkapnya bernama Ngali Samsujen (mungkin maksudnya Maulana Ali Syamsudin)…
dst..”
Sepengetahuan saya, berdasarkan kitab babad tanah jawi dan cerita2 dr org tua, namanya bukan Maulana Ali Syamsudin tp Maulana Ali Syamsuzen (atau syech Sujen).
Maaf sekedar sharing sj.”
Ya emang benar Prabu jayabaya aslinya bernama Abhu bakar jayabaya,Anaknya bernama Abdul jayawijaya,Kitab sutasoma ditulis oleh Mpu Sulaiman,Sabdopalon adalah Imam Safi’i,Tribuwana tunggadewi itu cucunya Muhammad SWT ,Candi Borobudur dibangun oleh Ja‘far al-Shadiq
Candi ratu boko Sultan diraja Malaysia,Majapahit diambil dari bahasa Arab dsbnya.
TuLisan anda Itu memang cukup untuk mengadu domba Nusantara,KALO UDAH KITA BERPERANG,UNTUNGNYA APA???
KOPLAK LU …GAK NYAMBUNG…BACA DONG…KAN DI SITU ADA TANDA (?)
allahuma shali ala muhammad wa aali muhammad
jangan di pas2kan gitu….
indonesia bukan arab, arab bukan indonesia…….
dalam catatatan sejarah, anak cucu rasulullah itu tidak diterima di tanah arab bahkan malah diusir dari arab.
negara yang paling banyak dihuni oleh keturunan rasulullah adalah di Hadromaut Yaman dan di Indonesia.
bisa jadi keturunan rasul di Indonesia menjadi pemimpin negeri ini. sistem Politik di Indonesia sangat memungkinkan terjadinya hal tersebut.
Ya betoullll,,,karena arab adalah wahabiyun neokhawarizm…jangankan cucunya, kalo ada nabinya juga di usir beliau…saking aja udah kejadian Nabi Muhammad di yakini banyak orang, kalau kejadiannya sebaliknya..beuuuhhhh di lemparin tahi onta tuh sama wahabiyyun…
saya setuju dengan tulisan anda tapi sangat tidak setuju jika dikatakan Imam Mahdi sudah lahir sejak ratusan tahun yang lalu dan sedang mengalami keghaiban itu adalah paham syiah dan tidak ada dasarnya. ada hadist Nabi yang menyebutkan bahwa Islam di akhir jaman akan tegak kembali dengan ditolong oleh kaum dari timur (Indonesia…?).
para komentator sebaiknya menyimak lebih dalam penuturan penulis, lantas mulai kita telusuri konsep yang beliau sajikan dengan sejarah nusantara secara keseluruhan…
sejatinya keyakinan Imam Mahdi milik semua agama dan kepercayaan, hanya berbeda dari segi penyebutannya…karena Imam Mahdi sebagai akhir atau puncak risalah Adam kita yang ketujuh mesti terwujud dalam pemerintahan global yang adil, setelah sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad kaum tertindas belum terbebas penuh dari para penindasnya…………….
krn jayabaya itu bukan lah Hukum, tdk lah pantas di perdebatkan, kalo yg di katakan penulis, kita anggap salah, ya kt tulis sndiri dgn versi kita, dan kita msh bs mnghargai pnulis yg capek2 bikin Artikel ini, kt ini wong timur alias manungso kang lembah manah, Gitu aja kok repot,,,
[…] Prabu Jayabaya Seorang Muslim? […]
Setelah Kerajaan Majapahit rusak, peninggalan-peninggalan kerajaan, utamanya yang berbau Hindu Budha, dimusnahkan dan sejarah dipelintir sesuai dengan kepentingan politik penguasa.
bisa anda sertakan referensi yang anda pake ..?
sy merasa bangga dengan kretifitas anak bangsa, yang telah menulis sbuah artikel yang mngandung makna sejarah. dan itu tidak mudah…! bisa untk pengetahuan…adapun yg kurang sependapat jngan malah ngajak adu argumen. hargailah hasil karya orang lain, dan itu juga berarti mnghargai diri sendiri. tksh
Saya setuju dgn komen kang Waris. Apa pun komentar orang, sebaiknya kita menghargai apa pun juga pendapatnya. Susah, lho Mas, menghargai orang lain itu, karena itu sama juga menghargai diri sendiri.
Mas Totok, tulisan Anda bagus sekali, barangkali ada pendekatan lain selain data-data yang Anda kemukakan di atas. Maksud saya, mungkin bisa dipakai pendekatan secara spiritual, misalnya, dialog dgn alam gaib, mungkin?
Alhamdulillah masih ada yang mau mempelajari bagiah dari sejarah dunia,meskipun dari catatan kecil.hanya tulisanlah yang akan menjadikan bukti di kemudian hari..
Jujur saja, saya org islam, tapi kok lama2 saya agak gimana ya ngomongnya, pokoknya saya bingung saya org islam di Indonesia. Islam bukan arab dan arab bukan Islam. Dan tlg lah jgn maksain sesuatu, tiap ada sesuatu yg luar biasa diaku2 islam, kesannya seperti mengkerdilkan agama lain. Harusnya kita ngurusin org2 yg sudah mencemarkan Islam (islam2 garis keras) termasuk para teroris, bagaimana biar pemahaman Islam yg damai itu bisa dimengerti oleh kalian. Oke memang bener Mahaprabu Jayabhaya kedatangan “guru” dilihat dari namanya mungkin org islam. Tapi saya punya guru beragama kristen, budha tapi toh tetep saya juga Islam, bukan berarti kita harus ikut agama gurunya.
Kalo anda ingin hidup di lingkungan yg semuanya arab/muslim, silahkan anda pindah ke arab, ga ada yg larang kok. ga perlu jadi WN sana kalo masih tetep pengen jadi WNI, tinggal aja disana.
Tolong anda baca Al Quran sekali lagi (jgn cuman arabnya, bisa baca arabnya tapi ga ngerti artinya juga sama aja), disana akan diterangkan bagaimana hubungan seorang muslim dan penganut agama lain itu seharusnya.
NB. Kalo boleh minjam kata2 syeh siti jenar, beliau merasa malu jika hrs berdebat soal agama. Karena sejatinya semua agama (apapun agama itu, sekali lagi agama,lho ya) itu sama. Hanya penyebutan dan ritual2 ibadahnya yg tidak mesti sama. Jadi tidak seharusnya org berlomba2 untuk membuktikan bahwa agamanya yg paling baik. Semua produk Allah kok, dan Allah tidak menciptakan sesuatu itu dengan sia-sia. Kalo anda berpikir begitu, berarti anda meremehkan Allah.
Wasalam
halah wong mendo meneng wae..
Mas Made, Anda mengomentari siapa? Apa yang dibilang Mas Bayuhend ada benarnya, walau di sisi lain saya kurang sependapat dengan Mas Bayuhend.
Secara kehidupan sosial, memang setiap muslim wajib berinteraksi dengan setiap orang tanpa memandang latar belakangnya, bahkan apa pun agamanya.
Jadi, itulah pendapat Mas Bayuhend. Kita wajib menghargainya. Oke, Mas Made?
maulana ali syamsudin mungkin syeh al-wasil yang makamnya di desa setono gedong
Kalau saja Sammara itu boleh diplesetkan jadi Semarang dan satripiningitnya masih muda dan ngganteng…….hehehehe kan namanya juga kumpulannya Pandowo……siapa tahu………ini yang namanya asmara kingkin…….wong zamannya wolak walik ya ilmunya juga otak atik……malahan nggak pakai otak yang penting apiiiiik.
bagi yang muslim qt udah yakin tidak ada tuhan selain Alloh
Komentar Kesatria Sughani: ” Pak, awal tahun ini, saya sempat menemukan tanda-tanda itu melalui bait terakhir ramalan jayabaya, lalu saya menggunakan argumen itu untuk membenarkan bahwa kelak (kuat kemungkinan) yang akan membangkitkan indonesia ini adalah sosok dari Ahlulbayt, pendukung Imam Husein:
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta
tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta
NAMUN, waktu itu saya dikomentari mas Susiyanto, katanya teks itu bukanlah karya Jaya Baya. kata beliau, yang sudah mengkaji teks-teks jayabaya, banyak sekali karya seperti itu mengatasnamakan Jaya baya supaya dipertimbangkan orang. dengan yakinnya, beliau berkata bahwa bait-bait itu bukanlah asli, sebab metrumnya bukanlah cirikhas masa lalu, bahkan kata-kata yang digunakannya juga ciri kata-kata zaman ini. katanya, itu adalah buatan orang yang punya kepentingan.
bukankah bapak dan ibu sang nabi juga islam….karena mungkin telah meletakan dasar islam kedalam pemikiran nabi muhammad terutama kakeknya….jika semuanya islam…tul ga mas broo…
Saya betul tdk tahu,klo ternyata Jangka Jayabaya ditulis oleh leluhur saya,Sunan Giri..Apakah sy bisa melihat karya aslinya,yg bukan anggitan Rangga Wasita?Nuwun
mantab mas, bagus tulisanya.
ora bakal joyo Indonesia dene orang nggawe ajarene romo lan biyong…
Ada-ada aja ini orang, sukanya membalikan sejarah
lalu apakah beliau raja jayabaya
kedatangan tamu seorang ulama
& meminta informasi kepada ulama tersebut lalu kita mengklaim bahwa raja jayabaya adalah seorang muslim
padahal dikematiannya beliau diperabukan di sebuah candi
tak jauh dari kota kediri
& jauh dari ritual keislaman
sebenarnya hubungan antara raja jayabaya
& syaikh samsuzen itu hanya sebagai sahabat & rekan semata, hanya saja karena syaikh samsuzen berusia lanjut
& banyak ilmu pengetahuan maka raja jayabaya
berguru kepada beliau soal ilmu pengetahuan bukan dari sudut agama
sebagai gantinya syaikh samsuzen
& muridnya diberikan tanah perdikan untuk
mengajarkan ilmu yg ia miliki kepada orang2 yg tertarik kepada ajaran beliau
setelah syaikh samsuzen wafat & disusul
raja jayabaya beberapa tahun kemudian
setelah itu raja-raja kediri sesudah beliau sudah
tidak ada yg melanjutkan atau mengamalkan ilmu pengetahuan dari syaikh samsuzen yg sudah diisi intisari
ajaran islam, karena kuatnya kembali. pengaruh hindu
maka ajaran islam yg sebelumnya berkembang di kediri
akhirnya memudar namun sampai jaman majapahit
perkampungan muslim di kediri masih ada walau hanya
sedikit info ini saya dapatkan dari paranormal kondang asal kediri yg menjadi teman saya
dahulu jaman kediri jauh seblum ada walisongo
masyarakat muslim kediri sering membantu
raja hindu mereka saat didalam kesusasahan
Prabu Jayabaya berguru dan menjadi kepada ualama Islam Syekh Syamsu Zein Tabariz dari Jawa. Syekh Syamsyu Zein *(Syamsyuddin) ini juga adalah guru dari sufi Turki terkenal Maulana Jallaluddin Rumi.
149.
akeh wong ngutamakake royal
lali kamanungsane, lali kebecikane
lali sanak lali kadang
akeh bapa lali anak
akeh anak mundhung biyung
sedulur padha cidra
keluarga padha curiga
kanca dadi mungsuh
manungsa lali asale
banyak orang hamburkan uang
lupa kemanusiaan, lupa kebaikan
lupa sanak saudara
banyak ayah lupa anaknya
banyak anak mengusir ibunya
antar saudara saling berbohong
antar keluarga saling mencurigai
kawan menjadi musuh
manusia lupa akan asal-usulnya
150.
ukuman ratu ora adil
akeh pangkat jahat jahil
kelakuan padha ganjil
sing apik padha kepencil
akarya apik manungsa isin
luwih utama ngapusi
hukuman raja tidak adil
banyak yang berpangkat, jahat dan jahil
tingkah lakunya semua ganjil
yang baik terkucil
berbuat baik manusia malah malu
lebih mengutamakan menipu
151.
wanita nglamar pria
isih bayi padha mbayi
sing pria padha ngasorake drajate dhewe
wanita melamar pria
masih muda sudah beranak
kaum pria merendahkan derajatnya sendiri
Bait 152 sampai dengan 156 tidak ada (hilang dan rusak)
157.
wong golek pangan pindha gabah den interi
sing kebat kliwat, sing kasep kepleset
sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik
sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati
nanging sing ngawur padha makmur
sing ngati-ati padha sambat kepati-pati
tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi
yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset
yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit
yang angkuh menengadah, yang takut malah mati
namun yang ngawur malah makmur
yang berhati-hati mengeluh setengah mati
158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring
melu Jawa sing padha eling
sing tan eling miling-miling
mlayu-mlayu kaya maling kena tuding
eling mulih padha manjing
akeh wong injir, akeh centhil
sing eman ora keduman
sing keduman ora eman
cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit
ikut orang Jawa yang sadar
yang tidak sadar was-was
berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh
yang tetap tinggal dibenci
banyak orang malas, banyak yang genit
yang sayang tidak kebagian
yang dapat bagian tidak sayang
159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun
sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah
apengawak manungsa
apasurya padha bethara Kresna
awatak Baladewa
agegaman trisula wedha
jinejer wolak-waliking zaman
wong nyilih mbalekake,
wong utang mbayar
utang nyawa bayar nyawa
utang wirang nyaur wirang
selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun
(sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu)
akan ada dewa tampil
berbadan manusia
berparas seperti Batara Kresna
berwatak seperti Baladewa
bersenjata trisula wedha
tanda datangnya perubahan zaman
orang pinjam mengembalikan,
orang berhutang membayar
hutang nyawa bayar nyawa
hutang malu dibayar malu
160.
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa
ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener
lawase pitung bengi,
parak esuk bener ilange
bethara surya njumedhul
bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur
iku tandane putra Bethara Indra wus katon
tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
sebelumnya ada pertanda bintang pari
panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur
lamanya tujuh malam
hilangnya menjelang pagi sekali
bersama munculnya Batara Surya
bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut
itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak
datang di bumi untuk membantu orang Jawa
161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan
wetane bengawan banyu
andhedukuh pindha Raden Gatotkaca
arupa pagupon dara tundha tiga
kaya manungsa angleledha
asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur
sebelah timurnya bengawan
berumah seperti Raden Gatotkaca
berupa rumah merpati susun tiga
seperti manusia yang menggoda
162.
akeh wong dicakot lemut mati
akeh wong dicakot semut sirna
akeh swara aneh tanpa rupa
bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis
tan kasat mata, tan arupa
sing madhegani putrane Bethara Indra
agegaman trisula wedha
momongane padha dadi nayaka perang
perange tanpa bala
sakti mandraguna tanpa aji-aji
banyak orang digigit nyamuk,
mati banyak orang digigit semut, mati
banyak suara aneh tanpa rupa
pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar
tak kelihatan, tak berbentuk
yang memimpin adalah putra Batara Indra,
bersenjatakan trisula wedha
para asuhannya menjadi perwira perang
jika berperang tanpa pasukan
sakti mandraguna tanpa azimat
163.
apeparap pangeraning prang
tan pokro anggoning nyandhang
ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang
sing padha nyembah reca ndhaplang,
cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang
bergelar pangeran perang
kelihatan berpakaian kurang pantas
namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak
yang menyembah arca terlentang
cina ingat suhu-suhunya dan memperoleh perintah, lalu melompat ketakutan
164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu
hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti
mumpuni sakabehing laku
nugel tanah Jawa kaping pindho
ngerahake jin setan
kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo
kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda
landhepe triniji suci
bener, jejeg, jujur
kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong
putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu
yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti
menguasai seluruh ajaran (ngelmu)
memotong tanah Jawa kedua kali
mengerahkan jin dan setan
seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu
membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda
tajamnya tritunggal nan suci
benar, lurus, jujur
didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong
165.
pendhak Sura nguntapa kumara
kang wus katon nembus dosane
kadhepake ngarsaning sang kuasa
isih timur kaceluk wong tuwa
paringane Gatotkaca sayuta
tiap bulan Sura sambutlah kumara
yang sudah tampak menebus dosa
dihadapan sang Maha Kuasa
masih muda sudah dipanggil orang tua
warisannya Gatotkaca sejuta
166.
idune idu geni
sabdane malati
sing mbregendhul mesti mati
ora tuwo, enom padha dene bayi
wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada
garis sabda ora gentalan dina,
beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira
tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa
nanging inung pilih-pilih sapa
ludahnya ludah api
sabdanya sakti (terbukti)
yang membantah pasti mati
orang tua, muda maupun bayi
orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi
garis sabdanya tidak akan lama
beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya
tidak mau dihormati orang se tanah Jawa
tetapi hanya memilih beberapa saja
167.
waskita pindha dewa
bisa nyumurupi lahire mbahira, buyutira, canggahira
pindha lahir bareng sadina
ora bisa diapusi marga bisa maca ati
wasis, wegig, waskita,
ngerti sakdurunge winarah
bisa pirsa mbah-mbahira
angawuningani jantraning zaman Jawa
ngerti garise siji-sijining umat
Tan kewran sasuruping zaman
pandai meramal seperti dewa
dapat mengetahui lahirnya kakek, buyut dan canggah anda
seolah-olah lahir di waktu yang sama
tidak bisa ditipu karena dapat membaca isi hati
bijak, cermat dan sakti
mengerti sebelum sesuatu terjadi
mengetahui leluhur anda
memahami putaran roda zaman Jawa
mengerti garis hidup setiap umat
tidak khawatir tertelan zaman
168.
mula den upadinen sinatriya iku
wus tan abapa, tan bibi, lola
awus aputus weda Jawa
mung angandelake trisula
landheping trisula pucuk
gegawe pati utawa utang nyawa
sing tengah sirik gawe kapitunaning liyan
sing pinggir-pinggir tolak colong njupuk winanda
oleh sebab itu carilah satria itu
yatim piatu, tak bersanak saudara
sudah lulus weda Jawa
hanya berpedoman trisula
ujung trisulanya sangat tajam
membawa maut atau utang nyawa
yang tengah pantang berbuat merugikan orang lain
yang di kiri dan kanan menolak pencurian dan kejahatan
169.
sirik den wenehi
ati malati bisa kesiku
senenge anggodha anjejaluk cara nistha
ngertiyo yen iku coba
aja kaino
ana beja-bejane sing den pundhuti
ateges jantrane kaemong sira sebrayat
pantang bila diberi
hati mati dapat terkena kutukan
senang menggoda dan minta secara nista
ketahuilah bahwa itu hanya ujian
jangan dihina
ada keuntungan bagi yang dimintai
artinya dilindungi anda sekeluarga
Berbenah dengan tawakkal pada ajaran agama,tanpa membuang budaya,,,andap asor,,menempatkan diri lungguh ing panggonan sing tumprape manggon,,,
beliau (Jayabaya) yang menganjurkanku mengamalkan shalawat.
joyo boyo itu agama krite
n gitu lho,,,,
.
prabu jayabaya muslim, kan gurunya Syaikh Syamsudin sesuai di manuskrip jawa. apalagi beliau sendiri langsung memberi tau pada kyai sepuh.
cari dan baca artikel digoogle:
hikmah legenda satria jayabaya
.